Kamis, 29 Oktober 2015

[drabble] jam tiga lebih limabelas menit

Diposting oleh fuyuhanacherry di 17.57 0 komentar
Mika mengernyitkan alis. Di hadapannya saat ini, awan mendung terbentang luas memenuhi langit yang menjadi atap dunia. Di bawah lindungan atap halte—yang tak jauh dari sekolah—yang biasa menjadi tempatnya menunggu bus untuk pulang, gadis berumur limabelas tahun itu berdiri, sambil berharap, bus yang ia tunggu segera datang sebelum tetesan-tetesan air hujan menerpa sekeliling.

Tak lama setelah itu, rintik-rintik air jatuh bergantian menabrak aspal, yang menciptakan bunyi cipratan-cipratan air di telinganya. Benar-benar seperti dugaan. Dan saat ini, gadis itu sendirian.

Tiba-tiba, suara hentakan kaki seseorang mengejutkannya. Ya, ada seorang laki-laki berkacamata yang berlari ke arah halte dengan sebuah tas hitam yang ia gunakan untuk berlindung dari serangan air hujan—walau sebenarnya percuma saja, bajunya tetap basah.

Setelah laki-laki itu sampai di halte, ia menghela nafas sembari menundukkan wajahnya, lesu. Sampai kemudian dia menyadari keberadaan Mika di dekatnya yang sedang memandanginya dengan tatapan penasaran.

“Sekarang jam berapa, ya?”

Ada angin dan ada hujan, dan ucapan laki-laki itu sontak mengejutkan gadis yang masih mengenakan seragam sekolahnya di sana. Dengan segera Mika mengangkat tangan kirinya, melihat letak jarum jam tengah meunjukkan angka berapa.

“Jam tiga lebih limabelas menit.”

“Ah, sial.”

“Kenapa?”

“Eh?”

… ah, Mika menyesali dirinya yang bertanya seakan peduli dengan orang tak di kenal di sebelahnya itu. dipandanginya sekali lagi laki-laki yang tingginya melebihi tinggi badannya, menggunakan kaos biru muda dan celana hitam panjang. Jika dilihat dari wajahnya, dapat dipastikan bahwa umur laki-laki ini lebih dari duapuluh tahun. Mungkin saja.

“Ada apa?”

Laki-laki itu berucap sekali lagi setelah menyadari bahwa Mika tidak berniat menjawab “Eh?” darinya barusan.

“Tidak. Maaf terkesan ikut campur.”

“Tidak apa-apa, kok. Aku pikir malah bagus jika kamu bertanya. Kamu dari SMU Teikou, ‘kan?”

Mika mengangguk pelan. Orang itu pasti mengetahuinya dari seragam yang ia gunakan, pikir Mika.

“Aku seharusnya pergi ke SMU Teikou sekarang, untuk mengurusi pendaftararanku. Tapi malah hujan dan aku tidak membawa payung.”

Eh?

Sekarang malah Mika yang bingung. Mengurusi pendaftaran? Orang setua ini?

“Maksudku pendaftaran sebagai guru ahahaha” Seakan tahu akan kebingungan Mika, laki-laki itu menjelaskan maksud pernyataan sebelumnya.

“Oh … guru, ya.”

Setelah itu hening. Sebenarnya Mika tidak mengerti alasan laki-laki itu tak melanjutkan perjalanannya ke sekolah, padahal tinggal berjarak beberapa-ratus-meter saja dari halte itu berada.

Mungkin menunggu hujan reda?

Suara klakson bus dari arah kanan membangunkannya dari pikiran-pikiran tidak jelas itu. Sesampainya bus itu berhenti tepat di hadapannya, ia langsung beranjak naik dan duduk di kursi yang masih belum terisi penumpang.

Bus melanjutkan perjalanannya setelah mendapat satu penumpang dari halte tadi. Dari jendela, Mika memantau laki-laki berkacamata tadi yang masih saja berdiri di sana sendirian.

Ya, sendirian saja sampai kemudian seorang perempuan datang dan berpelukan dengannya.

Yang tadi itu apa?

Rasanya semua ini hanya bunga tidur yang tak dapat ia simpan terlalu lama dalam otaknya. Semua ini akan segera terlupakan, ‘kan, tuhan? Mika membatin dalam suasana hati yang redup, ditemani rintik-rintik air hujan yang tak kunjung usai menjatuhi semua yang ada di atas tanah kota ini.

-END-


a/n :

eheh yeayyy bisa nulis drabble lagi #kokbangga

sign,


ulya

Minggu, 25 Oktober 2015

[orifict] bunga di musim dingin

Diposting oleh fuyuhanacherry di 21.05 0 komentar
Lisa adalah gadis kutu buku. Jika bukan sedang berkunjung ke perpustakaan, orang-orang pasti dapat menemukannya di dalam kelas—tentu dengan buku yang biasa ia baca sepanjang waktu. Namun sayangnya, dia sering kali lebih memilih untuk membaca buku fiksi dibanding non-fiksi atau buku-buku pelajaran sekolah. Karena hal itulah, walau dia seorang kutu buku, prestasi akademiknya tak begitu istimewa.

Rambutnya selalu ia ikat dua di samping kanan-kiri ke bawah dengan pita yang ia koleksi sedari SMP. Poni lurusnya tak pernah mengganggu kegiatan membacanya. Penampilannya selalu seperti itu, yang tentu saja memudahkan orang untuk mengenalinya. Yah, walau dia tak memiliki banyak teman, sebenarnya.

Akhir-akhir ini, dia sedang menyukai sebuah karya novel fiksi bertema fantasi dari seorang penulis lokal. Menurutnya, cukup hebat ada penulis lokal yang bisa membuat kisah fantasi semenarik ini baginya. Ceritanya tentang seorang gadis yang terjebak di dunia lain setelah melewati sebuah pintu misterius. Cukup mainstream, memang. Namun kelanjutannya benar-benar membuat Lisa ingin membacanya lagi dan lagi. Tulisan-tulisannya tergambar sangat nyata di otaknya. Dan yang membuatnya agak merasa kecewa adalah, tidak ada biodata atau pun kata pengantar dari si penulis. Nama yang tertera sebagai penulis di buku itu pun sepertinya hanya nama pena, karena menurutnya cukup aneh jika ada manusia yang memiliki nama seperti itu. Nama yang tertulis di sana adalah ‘’bunga musim dingin”. Ditulis menggunakan lowercase. Entah apa maksud dari nama penanya itu, menurut Lisa, cukup misterius.

Mengesampingkan pikirannya yang makin berlari menjauhi situasi normal, Lisa pun akhirnya mencari tahu nama penulis tersebut di situs pencarian; google. Namun, bukannya si penulis yang ditemukan, melainkan beberapa judul cerita pendek dari situs situs maupun blog. Yah, namanya juga bukan seperti nama manusia, jadi memang susah juga mencarinya. Yang sudah pasti ia ketahui dari si penulis adalah fakta bahwa si penulis adalah orang lokal, karena penerbit buku yang menerbitkan bukunya merupakan penerbit yang khusus untuk menerbitkan buku-buku lokal. Nama penanya juga berbahasa Indonesia. Apa mungkin, dia tanyakan saja ya, ke penerbitnya ? Ah, konyol. Padahal hanya dengan rasa penasaran, dirinya jadi memikirkan hal-hal sepele itu sampai sejauh ini.

Memang, lebih baik tetap diam dan menikmati karyanya saja. Tak perlu memikirkan hal-hal lainnya.

Tapi, bagaimana jika ….

Sebenarnya si penulis itu tidak ada?

Pikiran Lisa semakin kacau saja.

***

Hari ini adalah hari pengembalian buku Lisa yang dipinjamnya seminggu lalu. Seorang diri gadis itu menaiki tangga ke lantai dua—tempat di mana perpustakaan sekolah berada. Dan ketika dirinya sudah berhadapan dengan wanita penjaga perpus, ia segera menyerahkan buku yang ia bawa sampai pada akhirnya buku itu berada di tangan wanita tersebut.

Namun tiba-tiba si penjaga perpustakaan tersebut memandang ke arah Lisa, takut-takut.

‘’Kamu … meminjam buku ini ?’’ Sambil mengangkat buku bersampul gambar seorang gadis bergaun merah, si wanita tersebut berbicara pelan.

‘’Iya. Kenapa, ya?’’ jawab Lisa yang sontak merasa waswas melihat ekspresi seseorang di hadapannya.

‘’Kamu mau tahu, kisah sebenarnya di balik buku ini ? Ah, sebaiknya kita membicarakannya lain kali saja. Itu pun jika kamu ingin.’’

‘’Aku mau tahu !’’  Lisa menjawab dengan antusias. “Kalau begitu, bagaimana kalau nanti sepulang sekolah? Oh, iya, aku belum tahu siapa nama Anda. Perkenalkan, aku Lisa.” Lisa mengulurkan tangan kanannya.

Perempuan yang ada dihadapannya pun membalas uluran tangannya. “Ya, Lisa. Panggil saja aku Wina … atau Kak Wina. Umurku belum lebih dari duapuluh tahun, kok, ahahaha.”

Tangannya dingin. Mungkin karena suhu di dalam perpustakaan ini memang dingin, Lisa membatin.
“Oke, Kak Wina. Jadi, bagaimana kalau sepulang sekolah saja?”

Wanita berseragam khusus penjaga perpustakaan itu pun mengangguk, menyetujui.

***

Jarum jam yang ada di dalam jam tangan hitam milik Lisa telah menunjukkan pukul tiga sore. Dirinya tidak langsung pulang ke rumah, tentu karena perjanjian tadi dengan Kak Wina. Rasa penasaran yang berlebih benar-benar membuatnya tak kuasa untuk menghapus pikiran-pikirannya tentang si penulis misterius tersebut.

“Ah, hai Lisa!” Seseorang memanggilnya dari arah tangga. ‘’Maaf membuatmu menunggu lama ahahaha.’’

‘’Tidak, kok. Aku juga belum lama di sini, Kak.’’ 

Sepintas dan secara tak sengaja, Lisa melihat percikan cahaya di belakang langkah perempuan itu. Tidak, itu pasti hanya penglihatannya yang sedang tidak bagus.

‘’Jadi, mau mulai darimana ?’’

‘’Ya … terserah saja. Tapi yang aku benar-benar ingin tahu adalah masalah si penulis buku itu. Namanya aneh. Dan dia tidak mencantumkan kata pengantar atau apa pun tentangnya di buku itu.’’

‘’Kalau itu, bagaimana aku menjelaskannya, ya ….’’ 

‘’Eh ?’’

‘’Ah tidak tidak. Maksudku, baiklah akan kuceritakan.’’ Mula-mula, perempuan itu duduk di kursi yang tak jauh dari tempat mereka berdiri, dan Lisa pun mengikutinya. Kemudian ia mulai bercerita, ‘’Kau pasti tak akan percaya. Tapi sebenarnya, penulis buku itu adalah adikku.’’

‘’Hah ? Tidak mungkin.’’

‘’Aku tahu kau akan berkata begitu.’’ Wina tersenyum, kemudian melanjutkan. ‘’Dia masih seumuran denganmu saat itu. Sebenarnya aku cukup terkejut ketika tahu bahwa naskah adikku diterima oleh penerbit. Tapi setelah kubaca, memang menarik. Yah, dia tidak pernah menunjukkan karyanya kepada keluarga secara langsung. Dan dia selalu mengurung diri di kamar. Hanya aku yang terkadang masuk ke kamarnya dan menemaninya. Entah sedang menulis, menggambar, ataupun sibuk mengerjakan tugas sekolah. Sampai pada suatu saat ….’’

Jeda pada perkataan Wina yang cukup panjang sedikit membuat Lisa bergidig ngeri untuk mendengar kelanjutan ceritanya.

“Dia menghilang, tak lama setelah buku itu diterbitkan.”

“Eh? Kok bisa? Itu nggak mungkin, ‘kan—”

“Kenyataannya begitu,” ucap Wina dengan nada lirih. “Dicari ke mana pun, tetap tak ketemu. Sampai kami melaporkannya ke polisi, tetap saja tidak ketemu. Kejadian itu dua tahun lalu. Ah, sudah cukup lama ….”

Perasaan Lisa terasa tersayat dengan kisah yang diceritakan oleh Kak Wina. Ini tidak mungkin, bukan? Ini dunia nyata, bukan fiksi seperti yang ada dalam buku adik Kak Wina itu.

Atau jangan-jangan.

“Adik kakak menghilang tak lama setelah buku itu diterbitkan?”

Kak Wina mengangguk pelan.

Saat ini, sebuah pemikiran tengah berkeliling di dalam otaknya. Pemikiran yang sangat gila, tapi kenyataan sepertinya lebih gila dari itu.

“Adikmu sepertinya telah mengalami kejadian seperti yang ada pada bukunya.”

Seketika, keaadaan menjadi hening.

“Kalau begitu ....”

"Yang bisa membuatnya kembali, ada pada buku itu juga?"

"Ah iya. Dia menceritakan bahwa gadis di dalam novelnya bisa kembali dengan kode rahasia yang diucapkan oleh salah seorang manusia dari dunia aslinya," jelas Lisa, berlagak serius.

"Ah, Lisa. Kamu berandai-andai. Sebenarnya, adikku itu meninggal akibat kecelakaan saat dia menyebrang jalan sepulang sekolah. Maaf telah membohongimu, ahahaha. Aku hanya mengada-ada, karena masih tidak percaya adikku meninggal begitu saja setelah karya perdananya diterbitkan. Maaf."

Lisa mengusap dahinya. Rasanya, dia memang sudah tidak waras berpikir yang tidak-tidak begitu. Pada kenyataannya, orang yang sedang dibicarakan memang menghilang dengan masuk akal. Bukan seperti yang ia pikirkan sebelum-sebelumnya.

"Justru aku yang harus meminta maaf, Kak. Aku membuatmu mengingat adikmu."

Dan tiba-tiba, seseorang menghampiri mereka dari belakang.

Semakin lama, suara langkah kakinya semakin terdengar jelas.

I-itu ....

--END--


a/n :

yeayyyy akhirnya bisa ngisi blog lagi !!!!!1111 !!!!!1

nggatau kenapa, lagi kena WB dan pas lagi ngerjain tugas geografi eh malah bikin ginian #rukyahdiri #lanjutinnugas anw ini terinspirasi dari nama penaku #NGGA kan nama penaku fuyuhana, artinya bunga di musim dingin #ngarang tapi ya gitu deh whwhwhhw maaf gaje & sebenernya ini pertama kalinya aku bikin yang agak agak misteri(?) gini weheheh endingnya gantung ya sengaja ((sebenernya si males ngelanjutinnya #HEH))


sign, ulya

 

home sweet dream Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review