Minggu, 01 November 2015

[orifict] hujan empat juni

Diposting oleh fuyuhanacherry di 16.22 0 komentar
Besok adalah tanggal 4 Juni, yang merupakan hari kelahiran Lisa.

Dan gadis itu belum siap menghadapi esok hari.

Bukan, bukan karena dirinya belum siap menerima kejutan ulangtahun dari teman-teman atau keluarga—karena di samping hal itu terasa mustahil baginya, bukan itu pula alasannya. Bukan pula karena dirinya takut bertambah tua dan semakin mendekati ajal, tapi karena ia takut kehilangan orang yang menyayanginya lagi.

Anggap saja ia telah merasakannya tahun lalu. Di hari yang seharusnya dihiasi dengan sinar sinar kebahagiaan, justru saat itu adalah hari yang dipenuhi kegelapan dikarenakan satu sebab yang tak bisa terlupakan oleh ingatan Lisa.

Ibunya meninggal.
.

.

.

{original fiction}
hujan empat juni © fuyuhanacherry


.

.

.




semua ini berawal dari sebuah buku yang ia baca beberapa hari sebelum hari itu 

 .
.

.


Pada satu hari sebelum ulangtahunnya, Lisa baru selesai membaca sebuah buku—yang sebenernya bukan ‘genre-nya’. Hanya saja, ia meminjamnya dari perpustakaan sekolah karena rekomendasi dari kak Wina, yang menurut wanita itu sangat bagus. Dan rasa penasaran membuat gadis berambut sebahu itu berpaling dari selera bacanya yang biasa.

Genre dari buku yang ia pinjam itu adalah horror, yang bahkan tak pernah sekali pun ia sentuh buku bergenre itu sebelumnya. Hal yang menarik dari buku ini adalah, jalan ceritanya yang melibatkan ramalan, kutukan, dan tanggal lahir Lisa—ya, tanggal empat Juni.

Lisa pikir tidak ada yang aneh dengan tanggal itu. Buktinya, dia baik-baik saja setiap dia berulang tahun. Bahkan tidak ada yang istimewa—karena tak ada seorangpun yang saat itu ingat bahwa ia ulangtahun, bahkan keluarganya sekalipun.

Menurut buku yang dibacanya itu, jika terjadi hujan pada tanggal 4 Juni, akan terjadi hal buruk bagi sebagian orang.

Ah, iya, Lisa melupakan tentang ‘hujan’ yang disebutkan sebagai syarat di dalamnya. Seingatnya, di tahun-tahun sebelumnya, memang tidak terjadi hujan pada tanggal tersebut, karena normalnya ‘kan bulan Juni itu musim kemarau.

Apa mungkin jika tiba-tiba turun hujan?

Sepertinya buku itu terlalu mengada-ada agar pembacanya ketakutan. Dan nampaknya hal itu tak berlaku pada Lisa. Gadis itu bersikap cuek saja, sampai pada keesokan harinya, semua itu berubah.




Naila, si juara kelas yang merupakan peringkat satu paralel di sekolah menangis kencang di jam pertama pelajaran, saat pembagian hasil ulangan berlangsung.

Saat ditelusuri, ternyata karena masalah nilai.

Dia mendapatkan nilai 30 di mata pelajaran matematika.

Padahal gadis berambut kepang dua itu pernah mendapatkan juara satu olimpiade matematika di tingkat provinsi.

Kenapa bisa?

Yah, wajar saja jika dia menangis hal seperti itu. Anak-anak lain juga tidak pernah menyangka, Naila mendapatkan nilai rendah, padahal yang lain saja mendapat nilai di atas kkm.

Lisa yang ikut merasa prihatin pada akhirnya beranjak dari kursinya menuju tempat duduk Naila. Kemudian menepuk bahu gadis itu, pelan. “Tidak apa-apa. Ini hanya kebetulan kamu tidak fokus saat mengerjakan soal. Untuk selanjutnya kamu pasti dapat nilai sempurna.”

“Tapi saat itu aku benar-benar belajar dengan tekun, kautahu?! Ini pasti ada yang salah dengan pengoreksiannya!”

Lisa mulai melangkah mundur, dia tidak bisa melawan seorang gadis yang sedang terpuruk.

Sebenarnya, ada satu hal yang ia pikirkan saat itu.

Dia baru menyadari, bahwa di luar jendela, tetes-tetes air jatuh denga perlahan.

Gerimis.




Sepulang sekolah hujan deras. Entah kenapa rasa takut tiba-tiba menyerang perasaan Lisa begitu saja. Hari ini memang tidak ada seorangpun yang memberinya ucapan ulangtahun, tapi bukan karena itu ….

“Eh, Lisa!”

Suara seseorang mengagetkannya dari lantai dua—tepatnya di depan perpustakaan. Ternyata Wina. Si penjaga perpustakaan itu melambai-lambaikan tangannya, lalu berjalan cepat-cepat menuruni tangga sambil berkata, “Selamat ulang taaa—AAAAh!”

Wina terjatuh dari tangga.

“A-astaga … kak Wina!”

Lisa dengan segera berlari ke arah tangga, di mana wanita paruh baya itu tergeletak tak berdaya dengan posisi badan yang menyilang di anak tangga nomor empat sampai tujuh dari atas.

Dengan takut-takut, Lisa menolong wanita itu. “Kak Wina gimana? Ayo ke UKS?”

“Ah tidak perlu, Lis. Hanya lecet sedikit, kok ….”

“Tapi kan—”

“Sssst sudah, Tidak apa-apa. Masa’ ingin mengucapkan selamat ulang tahun tapi malah merepotkan yang ulang tahun hahahaha”

“Ahahaha ngomong-ngomong, kok kak Wina bisa tahu kalau aku ulangtahun?”

“Dari kartu perpus.”

Benar juga, di kartu perpus kan memang ada data dari siswa.

“Ah, ya, terimakasih. Kakak adalah orang pertama yang mengucapkannya di tahun ini.” ucap Lisa yang kemudian memeluk wanita itu.

Yang sudah seperti ibunya.

Bahkan melebihi ibunya yang selalu sibuk dan tak pernah meluangkan waktu untuknya.

Bahkan ibu kandungnya belum mengucapkan selamat ulangtahun padanya hari ini.

Pasti alasannya ‘sibuk’. Tahun kemarin juga seperti itu, jadi, dia tidak heran lagi.

Hujan masih tak kunjung berhenti. Kemudian Lisa kembali diingatkan dengan buku ‘itu’ lagi.
“Kak Wina juga tidak bawa payung, ya?”

“Ahahaha tentu. Siapa sangka di musim kemarau seperti ini akan hujan?”

Lisa terdiam sebentar, lalu memberanikan diri berkata, “Menurut kakak, yang dikatakan buku itu benar, tidak?”

“Buku yang man—ohhh yang kamu pinjam kemarin itu?”

Lisa mengangguk cepat.

Wina terlihat sedang memikirkan sesuatu, kemudian menjawab secara perlahan, “Ah aku baru ingat kalau yang dituliskan di buku itu adalah hari ini. Tapi, apa mungkin bisa begitu, ya?”

“Buktinya tadi kak Wina jatuh dari tangga.”

“Itu sih cuma tergelincir. Akunya saja yang tidak hati-hati.”

“Tapi ‘kan tetap saja, itu namanya hal buruk.”

Keduanya terdiam. Sebenarnya cukup masuk akal. Tapi, apakah mitos fiksi seperti itu memang benar adanya? Rasanya tidak mungkin.

Tak lama setelah mereka terdiam, seorang anak laki-laki berlari ke arah mereka dengan payung birunya. Laki-laki itu nampaknya sedang panic akan sesuatu. Tapi … kenapa dia berlari ke arah Lisa?

“Eh, Rendi. Ada ap—”

“Lisa! Ibu kamu!!”

“Hah?”

“Ibu kamu kecelakaan di depan sekolah!”

“…”

Lisa masih diam membeku di depan anak laki-laki—yang merupakan tetangganya itu. dia masih menccerna perkataan dari seseorang yang ada di hadapannya saat ini.

“Ibunya?

Kecelakaan?

Di depan sekolah?

Kenapa dia bisa ada di sana?

Kenapa hal yang membawanya ke sini membuatnya mengalami hal buruk?



“Dia ingin mengantar payung untukmu. Dan saat menyebrang ke sekolah, malah tertabrak mobil.”

“Tidak mungkin. Dia ‘kan sibuk—”

“Tapi memang begitu. Kamu ingin dibebaskan dari masalah? Jelas-jelas ini melibatkan kamu sebagai anaknya, kamu ingin kabur begitu saja?”

Lisa terdiam. Saat ini, dia dan Rendi sedang berada di depan ruang UGD rumah sakit. Dan pada saat itu, air mata Lisa mengalir deras dari pelupuk matanya. Rendi yang masih berdiri di hadapan Lisa kemudian ikut menduduki kursi yang tengah diduduki oleh gadis itu, lalu menepuk pundak Lisa.  “Tidak apa-apa. Manusia memang begitu. Maaf telah membuatmu menangis.”

“Tidak, tidak. Ini bukan karena kamu. Maaf. Jadinya malah aku yang merepotkanmu ….”

Jeda sebentar pada percakapan mereka, sampai kemudian Lisa menghapus airmatanya, dan berkata, “Menurutmu, ayahku ke sini, tidak?”

Laki-laki yang masih menggunakan seragam yang serupa dengan yang Lisa gunakan tersenyum tipis, agak dibuat-buat karena sebenarnya dia juga sedih melihat temannya seperti ini. “Pasti. Jangan khawatir. Mereka menyayangimu.”

“Apa—”

“Orangtuamu.”

Lisa menghela nafas sebentar. Dan tak lama setelah itu, seseorang tiba-tiba keluar dari ruangan.

“Apa kalian anggota keluarga dari ibu Ratna?”

“Saya anaknya,” jawab Lisa dengan segera.

“Itu … maaf, kami sudah berusaha membantunya sebisa kami. Tapi—”

Perlahan telinga Lisa menjadi tuli dan tak dapat mendengar perkataan dari seorang suster yang ada di hadapannya saat ini.

Walau begitu, dia sudah tahu apa maksudnya.

Kenyataan yang begitu menyeramkan.

Dan sejak saat itu, yang bisa Lisa lakukan hanyalah berdoa untuk kepergian ibunya.

Dan berhenti membaca buku-buku horror yang sebenarnya memang tidak pantas untuknya.

.

.

.

-END-

.

.

.

a/n :

hae gaessss ish ternyata ulya bisa produktif #NGGA sebenernya masih banyak utang sih hahahaha tapi malah ngerjainnya yang random begini……………………………sebenernya bingung juga kenapa tbtb jadi suka bikin yang mistis mistis(?) begini ah sudahlah mungkin aku sudah beralih dari aliran romens romens #nggajugasih

sign,

ulya
 

home sweet dream Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review