AI ~ love in
distance
Bunga
Sakura di Kota Eropa. Hampir mustahil terjadi, tapi memang ada.
.
.
.
AI~ Love in Distance © Shizuka Fuyuki chan
Naruto © Masashi Kishimoto
.
.
.
WARNING : OOC, OC, AU, Typo(s), story for “AI” serial, SasuSaku,
de-el-el
Desclaimer : Masashi Kihimoto. Saya hanya meminjam
tokoh-tokoh buatannya, tidak mengambil keuntungan apapun dari karya beliau.
.
.
.
CHAPTER
1 : Lebih dari 100 KM
Sepasang putri
kerajaan telah ditunggu oleh sekumpulan dayang di ruang tengah istana. Geisha,
mungkin itulah sebutan yang tepat untuk kedua orang gadis manis yang menjadi
keturunan bangsawan di negara Sakura itu. Nama dua orang putri itu adalah,
Sakura dan Hinata. Sakura adalah orang yang semangat, namun, ia selalu melawan
perintah sang raja jika perintah itu berhubungan dengan ritual kerajaan. Bisa
dibilang, Sakura menginginkan kebebasan. Sedangkan saudara kembarnya, Hinata,
dia adalah putri yang pendiam dan berkarisma. Ia menjunjung tinggi nilai-nilai
kerajaan, sehingga hal itu membuat ayahnya bangga padanya. Walau mereka kembar,
secara fisik dan sifat mereka berbeda jauh. Sejak masih kecil, banyak orang
yang tidak percaya kalau mereka kembar karena tak ada satupun hal yang sama di
antara mereka. Namun, tetap saja, mereka adalah bangsawan, keturunan yang
paling terhormat di Jepang.
“Nona Sakura,” seorang dayang
mendekati gadis berlensa onix itu,
“Ada yang ingin bertemu dengan nona, di depan.”
Sakura
berlagak kesal, “Cih, siapa yang datang pagi-pagi seperti ini? Suruh dia
masuk!” perintah Sakura ketus, tak mencerminkan jabatannya sebagai seorang
putri. Para dayang sudah terbiasa dengan sikap Sakura yang tak seharusnya, sang
raja pun sudah beratus-ratus kali memperingatkan Sakura agar bersikap sopan,
namun, hal itu percuma saja.
Tak lama,
masuklah sesosok gadis seumuran putri dengan memasang senyumnya. Sakura
terlihat biasa saja menyambutnya, sambil menopang kepalanya dengan tangan kiri.
“Putri
Sakura, pesanan tas parisnya sudah datang. Ini ....” gadis itu menyerahkan
sebuah box bertuliskan ‘PARIS BAG’ di
depannya. Sakura menerimanya dengan senang.
“Oh ...
jadi ini? Terimakasih, ya!” sikap Sakura yang tadi ketus, sekarang berubah
menjadi ceria. Selalu saja begitu. Sakura ketus saat orang-orang
memperlakukannya seperti putri kerajaan, dan dia sangat senang dengan hal-hal
yang berbau ‘PARIS’. Ya, dia menyukai kota mode itu. Kota yang begitu jauh dari
negrinya sendiri. Sudah berkali-kali Sakura meminta ayahnya untuk pergi kesana,
namun, tak diperbolehkan. Ayahnya selalu saja bilang, “Paris bukan kota yang
aman. Kau tau, raja kerajaan ke 19 mati karena dibunuh oleh orang Prancis.”
Sakura
yang mendengarnya hanya diam dan berlagak santai, “Itu ‘kan dulu, sekarang,
Paris sudah berubah. Kota itu penuh dengan keindahan dan kebebasan. Tidak
seperti di Jepang ....”
BUUKK—
Sang raja
menggebrak mejanya dengan keras, mendengar kata-kata dari anaknya yang sembarangan
itu, “Benar-benar anak tak punya rasa tanggung jawab. Bagaimana pun, ini adalah
kerajaanmu, kau tak boleh bicara sembarangan seperti itu! Sampai kapanpun, aku
tak akan pernah mengijinkanmu untuk pergi ke Paris, dan kau tak boleh
berhubungan dengan hal yang berkaitan dengan kota itu!”
oOo
senandung-senandung
merdu terdengar begitu lembut di
celah-celah cahaya senja. Sang gadis Cherry
Blossom itu memandang ka arah langit sore, langit yang penuh sejuta makna.
Sakura mengingat ibunya, yang lima tahun lalu telah meninggal. Ia menyanyikan
sebuah lagu yang biasa dinyanyikan ibunya itu. Dan dia berfikir, “Masih bisakah
ibu mendengarnya?”
Hati kecilnya tak
berselaput, menjadikan dirinya seorang yang emosional secara batin. Tak
mengherankan, hal itu adalah sifat yang turun menurun dari ibunya, Ratu Sakuno.
Sang ratu memanglah orang yang baik, orang yang mau menolong sesama. Tapi, dia
meninggal karena sifat emosionalnya itu. Ia tak dapat menampung kesedihan, dan
pada akhirnya menghilangkan nyawanya sendiri.
Tess—
Air mata satu
persatu jatuh ke lantai istana. Gadis itu luput dalam kenangan, dalam kedamaian
batin bersama sang bunda.
“Kenapa aku
menangis ....” ucapnya sambil menghapus air matanya.
“Sakura-sama,”
seseorang tiba-tiba muncul dari belakang. Dialah pengawal kerajaan, Shikamaru
Nara.
Sakura
membalikkan badannya, “A-ah ... Shikamaru. Ada apa?”
“Raja meminta
anda untuk ikut dalam festival seni Jepang di halaman istana besok. Jadi,
Sakura-sama harus bersiap-siap untuk itu.” Jelas Shikamaru santai, tak seperti
pengawal yang selalu merendahkan diri. Ini tak asing bagi Sakura. Karena, ia
menyukai pengawal seperti Shikamaru. Dan Shikamaru adalah pengawaln yang
terbaik baginya.
“Festival? Jadi
ini mendadak? Padahal ... aku ada janji ingin jalan-jalan dengan Hinata. Huh!”
ujarnya kesal. Shikamaru memandangnya dengan tatapan sinis.
“Kau ini.
Seberapapun kau mencoba untuk pergi ke Prancis, tak akan bisa. Kecuali, kau
menikah dengan orang Prancis. Hahahaha ....” tawa Shikamaru memecah keheningan
sore itu.
“Apa itu benar?”
Hening. Jawaban
Sakura yang terkesan polos membuat Shikamaru menghentikan tawanya. Sial ... aku malah balik dipermalukan! Batin
Shikamaru.
“Sudah, lupakan
saja. Itu tidak lucu. Mana mungkin kau akan menikah dengan orang Prancis.”
Shikamaru melangkah pergi. Sakura terdiam, dalam renungan hati. Tak mungkin? Ah ... Shikamaru memang benar.
Aku tak mungkin bisa kesana, dan bertemu sosok pria yang pantas denganku. Jarak
membuat semuanya menjadi sulit!
-
-
-
~ To Be Continued ~
-
-
-
A/N
:
Oke.
Ini emang pendek banget buat chapter 1. Maap, aku lagi UTS. Bye~! ^^ /ditendang
0 komentar:
Posting Komentar