Kamis, 30 Oktober 2014

Setimpal

Diposting oleh fuyuhanacherry di 17.15 0 komentar
Kegiatan ekstrakurikuler paduan suara telah usai. Beberapa anak yang mengikuti kegiatan ekstra tersebut mulai keluar dari ruang musik, menuju gerbang sekolah. Hanya saja, Yuna sengaja tidak pulang bersama teman-temannya itu, hanya untuk sekedar mengambil buku catatannya yang tertinggal di kelasnya, yang berada di lantai dua. Setelah itu, dia kembali dan melangkah pergi untuk pulang.

Namun, tiba-tiba raut  wajah gadis itu tampak gelisah, tatkala dirinya mendapati sosok Rika yang sedang melangkah menghampirinya, yang baru saja sampai di koridor. Fokusnya langung menuju ke masalahnya dengan perempuan yang juga merupakan anggota eskul paduan suara itu. Ia masih ingat betul tentang kejadian hari kemarin, ketika dirinya tak sengaja menumpahkan segelas jus jeruk ke seragam yang dikenakan oleh gadis itu di kantin. Semua mata yang ada di kantin memandang mereka saat kejadian tersebut, yang membuat hati Rika tergilas oleh rasa malu.

Yuna memang sudah meminta maaf saat itu. Tapi sepertinya Rika masih belum memaafkannya, karena peristiwa memalukan itu selalu dibicarakan oleh murid-murid di sekolah mereka. Kalau sudah begini, apa yang harus dilakukan? Pikir Yuna berkali-kali.

“Yuna, ya?”

Yuna mengangguk ketika gadis dengan rambut sebahu yang berada di hadapannya itu memanggil namanya.

“Terimakasih atas yang kemarin,” ucap Rika dengan nada mengejek.

“Maaf.” Yuna masih saja berusaha mengucapkan kata ‘maaf’, walau sebuah kata yang ia ucapkan itu tidak akan berarti terhadap situasi saat ini.

Rika tersenyum kecil, “Eh, serius loh, aku berterimakasih,” Rika memberi jeda sedikit pada perkataannya, “Karena peristiwa kemarin, aku jadi mengerti, bahwa ketika seseorang melakukan suatu perbuatan kepada orang lain-”

Belum sempat Rika menuntaskan kata-katanya, ia langsung menyiram segelas air dari gelas plastik yang dibawanya ke seragam Yuna. Yuna terkejut bukan main. Sekarang tubuhnya basah, seperti seseorang yang tangah kehujanan di bawah awan kelabu.

“Ketika seseorang melakukan suatu perbuatan terhadap orang lain, akan tumbuh perasaan untuk ingin membalas perbuatan itu. Maaf.”

Rika berjalan pergi melewati gadis yang masih berdiri kaku di koridor sekolah yang sepi itu.
Yuna menatap langit yang sudah mulai mengantuk, menunjukkan bahwa hari itu sudah sore, dan membuatnya perlahan melangkah untuk meninggalkan sekolah yang sepi itu serta lantai koridor yang basah karena peristiwa tadi.

“Eh, Yuna, kenapa seragam kamu basah?” Pak Deni,  selaku satpam yang menjaga sekolah di pintu gerbang mengerutkan kening penuh rasa ingin tahu.

“Tidak apa-apa, Pak. Hanya masalah kecil.” Yuna menjawab pertanyaan pria itu sambil tersenyum, lalu kembali melangkahkan kakinya untuk pulang.

Sebenarnya dia kesal dengan perlakuan Rika padanya. Padahal hanya karena masalah kecil, tapi Rika menanggapinya terlalu berlebihan sehingga menimbulkan perasaan dendam.

Namun, Yuna ingat dengan kata-kata Rika saat itu,

“Ketika seseorang melakukan suatu perbuatan terhadap orang lain, akan tumbuh perasaan untuk ingin membalas perbuatan itu.”

Setidaknya, tindakan yang Rika lakukan memang salah. Tapi karena kata-kata itu, Yuna mengerti, bahwa dari setiap perbuatan yang ia lakukan terhadap orang lain, pasti orang lain itu akan memiliki rasa untuk membalas perbuatannya, dalam balasan yang baik maupun buruk. Karena di mana ada sebab, pasti ada akibat. Itu hal yang setimpal, bukan?

-END-
.

.

.

A/N :
Iseng di waktu senggang. Mumpung ada mood nulis /o/

Sign,

Uul

Kamis, 23 Oktober 2014

[FANFICTION] : when love blossomed behind the reason

Diposting oleh fuyuhanacherry di 15.51 0 komentar

Title : when love blossomed behind the reason

Fandom : Prince of Tennis

Desclaimer : Takeshi Konomi

Genre : Horror-Supranatural Drama

Main Character : Takeshi Momoshiro & Sabila Eriana a.k.a Bella

Summary : ‘Alasan’ bisa saja menjadi sebuah hal bodoh yang hanya membuang-buang waktu saja. Tapi ketika kau memberikan alasanmu, akulah yang merasa bodoh. / Drama full delusi dari seorang Sabila Eriana / Jangan baca, nanti syedih dan author tidak mau bertanggung jawab


***

Suasana kelas masih ramai setelah pembagian kelompok tugas, usai. Yuno-sensei, guru Matematika di Seishun Gakuen memerintahkan semua anak didiknya untuk selalu bekerja sama dengan kelompok yang sudah dibuatnya dalam mengerjakan tugas. Bella Eriana, seorang gadis dengan dua bola mata yang terhias frame kacamata berwarna hitam, hanya memasang wajah datar. Baginya, berkelompok maupun tidak, hasilnya tetap sama saja. Ia memang dikenal sebagai murid yang pintar di mata pelajaran itu, dan disegani oleh teman-teman sekelasnya.

Kini, mereka semua harus duduk sesuai dengan kelompoknya. Dan Bella mendapat kelompok 3, yang beranggotakan; Shizuka, Tanaka, dan Momoshiro. Kepribadiannya yang tidak bisa akrab dengan anak laki-laki membuatnya sedikit risih jika harus bekerja sama dengan mereka.

“Bella-chan, kita satu kelompok!” ucap Shizuka dengan wajah yang bersinar, gembira. Ia memang merupakan salah seorang yang sangat dekat dengan Bella.

Bella hanya tersenyum simpul, lalu kembali mengarahkan pandangannya pada sebuah buku yang lumayan tebal, tentunya buku Matematika.

“Hei, bagaimana cara kerja kelompoknya? Apa semua tugas ini akan dikerjakan oleh Bella?” ucap Tanaka, yang merupakan ketua kelas di kelas itu.

Bella mengangguk, “Ya, serahkan saja pada-”

“Enak saja! Kita juga harus mengerjakannya, baka!” Laki-laki bertubuh tinggi itu dengan sigap memotong pernyataan dari Bella. Momoshiro, laki-laki  yang merupakan anggota dari klub tennis sekolah mereka, klub Seigaku, menentang hal itu karena merasa sangat direndahkan oleh gadis dengan surai hitam yang panjang sepunggung itu.

“Um … kalau begitu, Bella-chan mengerjakan yang ini, aku yang ini, Momo yang ini, dan Tanaka-kun yang ini. Bagaimana?” Shizuka menjelaskan sambil menunjuk ke arah beberapa soal yang ada dalam buku. Mereka semua pun mengangguk paham, lalu mengerjakan soal sesuai dengan bagian yang telah ditentukan.

Suara bel tanda jam pelajaran Matematika telah usai berbunyi, padahal mereka belum selesai mengerjakan tugas yang diberikan oleh Yuno-sensei.

“Baiklah, kalau belum selesai, kalian boleh mengerjakan di rumah, dan harus dikumpulkan lusa nanti,” jelas Yuno-sensei pada akhirnya. Seluruh siswa pun merasa lega mendengar pernyataan itu, dan mulai membicarakan tentang belajar kelompok mereka.

“Kita akan mengerjakannya di rumah siapa?”

“Tidak perlu. Aku bisa mengerjakan semuanya,” ujar Bella lirih.

Momoshiro menepuk mejanya sambil berucap keras, “Sudah kubilang tidak bisa! Kita harus mengerjakannya bersama-sama!”

“Oi oi, tidak perlu emosi seperti itu, Momoshiro.” Tanaka berusaha menenangkan Momo yang tampaknya sangat aneh hari ini. ya, tak biasanya dia marah-marah tidak jelas seperti itu. Padahal, biasanya dia selalu membuat teman-temannya tertawa dengan leluconnya. Pasti ada sesuatu yang terjadi padanya.

“Oke, kalau begitu, kita belajar kelompok di rumahku, besok sore. Setuju?”

.

.

.

~A Prince of Tennis fanfict~

when love blossomed behind the reason © Shizuka Fuyuki chan

Prince of Tennis © Takeshi Konomi


.

.

.

WARNING : OOC (BANGET NGET NGET NGET. JANGAN PERCAYA SAMA KARAKTERNYA BELLA DI SINI KARENA INI HANYALAH FIKTIF BELAKA), OC, AU, Typo(s), dll
.

.

.

Sepesial untuk Bella-senpai. Setelah ini dikau harus membayar uang senilai Rp.1.000.000,- kepada saya. Thx.
.

.

.
Enjoy and Happy Reading! X3
.

.

.


Hari itu tak sesuai dugaannya, hujan. Bella yang tak membawa payung karena tak mengira akan hujan pun terpaksa harus menunggu sampai hujan mulai reda. Namun, sampai se-per-empat jam ia menunggu di sana pun, hujan belum saja surut.

“Harusnya aku membawa payung tadi. Cih!” Ia mendengus kesal. Sekolah sudah mulai sepi, semua siswa satu per-satu pulang ke rumah mereka masing-masing. Ada yang dijemput anggota keluarganya, ada pula yang diantar oleh um … mungkin kekasih mereka.

“Bella-san, mau ikut?” Seseorang mengejutkan gadis itu. Momoshiro, pemuda itu menawarkannya untuk pulang bersama—maksudnya menawarkannya untuk pulang di bawah lindungan payung yang sama.

A-no … tidak apa-apa, aku bisa menunggu hujan ini reda.” jawab Bella pelan sambil tersenyum—walaupun sebenarnya ia sangat ingin pulang saat itu.

“Tidak apa-apa, rumah kita ‘kan satu jalur,” kata Momo bersikeras agar Bella mau pulang bersamanya. “Bisa saja sampai malam, hujan tidak reda-reda, lho.”

Bella mulai berpikir. Akhirnya, ia pun memutuskan untuk menerima tawaran dari pemain tennis itu, “Baiklah, arigatou.”

***
Jarak ke rumahnya masih sekitar 200 meter lagi. Bella sebenarnya sedikit malu jika harus pulang bersama Momoshiro. Tapi mau bagaimana lagi, kondisinya sangat tidak memungkinkan untuk menolak ajakan teman satu kelasnya itu.

“Bella-chan.

“E-eh?” Bella membelalakkan matanya, menatap ke arah seorang pemuda yang menggenggam gagang payung di sampingnya.

“Kau keberatan tidak, jika aku bermain ke rumahmu?”

Eh? Kenapa tiba-tiba bicara begitu? Ada apa sebenarnya? Bella merasa ada yang mengganjal di sini—lebih tepatnya dengan tingkah laku Momoshiro yang sedikit canggung membuatnya terkejut, berbeda dengan saat dia belajar kelompok di sekolah. Bella menghela nafas pelan, lalu berucap, “Tidak masalah tapi—”

“Ah, tidak apa. Aku tak memaksamu.”

“Bukan begitu ….”

Bella tiba-tiba saja menghentikan ucapannya. Dilihatnya pemuda yang tengah memandangi jalanan basah di hadapannya, manis. Ucapannya tadi benar-benar lembut, berbeda sekali dengan sikapnya saat belajar kelompok tadi di sekolah.

Suasana pun hening. Udara basah akibat rintikan butir-butir air yang membasahi tanah membuat hawa yang cukup dingin. Apalagi dengan payung yang tak cukup besar untuk dua orang itu, Bella sesekali harus rela sikunya basah akibat guyuran air hujan yang turun dari daun payung itu.

“Kau kedinginan?” ucap Momoshiro setelah menyadari bahwa gadis itu menggigil tak nyaman. Bella hanya menggeleng pelan.

Momo menghentikan langkahnya, hal itu pun otomatis membuat Bella menghentikan langkahnya pula.

“Pegang ini,” ucap Momoshiro sambil menyerahkan payung kelabu miliknya. Bella pun menerimanya dengan segera.

Tak disangka, Momo melepas jaket ‘Seigaku’ nya dan menyelimuti Bella dengan jaket putih biru itu. Bella ternganga, hatinya terenyuh. ‘Ini bukan bermaksud apa-apa bukan?’ batinnya.

“Pakailah itu, dan bawa saja payungnya. Aku akan pulang sendiri. Jaa!”

Momo langsung berlari menjauh seorang diri, dengan posisi tas yang digunakan untuk melindungi dirinya dari tetesan air hujan. Detik demi detik berlalu, bayangan tubuhnya pun mulai sirna, ditelan arah, termakan suasana sunyi dalam hujan sore hari itu.

***

“Bella.” Seseorang menyapa Bella dari luar pintu kelas. Ia tersenyum tatkala gadis yang ia panggil itu menatap ke arahnya, lalu segera beranjak dari tempat duduknya. Saat itu kelas masih sepi. Bella berangkat lebih pagi dari biasanya.

“Ah, Fuji-senpai. Ada apa?”

“Yuno-sensei menyuruhmu untuk tidak pulang terlebih dahulu, sepulang sekolah. Ada sesuatu yang ingin dia bicarakan padamu, katanya.” Seuntai senyum yang dibarengi dengan sepasang mata yang melekuk manis membuat Bella senang. Kakak kelasnya itu sangat baik dan ramah, pikirnya.

Bella pun mengangguk, mengerti, “Baiklah. Terimakasih telah memberitahuku, senpai!”

Fuji kembali mengangguk, lalu berlalu begitu saja dari kelas itu. Tanpa mereka sadari, saat itu, Momoshiro telah berada di depan kelas, mengintai percakapan mereka. Raut mukanya tampak tak segar, seakan-akan ada rasa cemburu dalam hatinya—yah, memang dia cemburu, sih.

Momo pun memasuki kelasnya itu, melewati Bella yang berada di ambang pintu, dengan dingin. Belum sempat gadis itu mengucapkan ucapan ‘selamat pagi’, Momo sudah mengucapkannya terlebih dahulu, dengan nada menggerutu, “Ohayou.”

“O-ohayou,” jawab Bella pelan. Beberapa menit setelah itu, beberapa siswa mulai memasuki kelas, menghilangkan suasana canggung di antara mereka berdua.

Sampai pada akhirnya, Bella baru mengingat perihal jaket Momoshiro yang ia pinjam, kemarin. Segera ia kembali ke tempat duduknya, membuka tasnya untuk mengembalikkan jaket itu.
Ia pun melangkah pelan ke arah Momoshiro yang tampak sedang melamun memandangi pemandangan di luar jendela.

“Ano … Momoshiro,”

“Huh?” Momo mengarahkan pandangannya ke arah di mana suara itu berasal. Sudah ia duga, suara itu memanglah milik Bella.

“Ini, terimakasih kemarin kau meminjamkan ini padaku,” ucap Bella sambil menyerahkan jaket biru-putih yang terlipat rapih. Momo pun menerimamanya dengan wajah datar. Setelah itu, ia kembali memandangi pemandangan di luar jendela yang berada di sebelah kanannya.

Bella masih berdiri di sana. Ia pun tak tahu kenapa kakinya tak juga beranjak dari tempat itu. Hatinya gelisah, tak mendapatkan jawaban dari si Takeshi itu. Sampai pada akhirnya, Shizuka yang baru memasuki kelas memanggilnya dari arah pintu.

***

Momoshiro semakin aneh saja.

Semenjak hari itu, di mana Bella berbincang dengan Fuji-senpai di depan kelas, ia Nampak murung. Tak jelas alasannya. Bella mengira kalau Momo cemburu karena dirinya berduaan dengan Fuji—walau dia tak yakin. Ia tak ingin beranggapan terlalu jauh. Tapi, dia menyukainya.

Sampai pada suatu saat, ketika Fuji-senpai memanggilnya kembali karena urusan Olimpiade Matematika yang akan diadakan satu bulan lagi.

Dan lagi-lagi, Momoshiro memandangi mereka tanpa mereka sadari. Dan tanpa diduga sebelumnya, ia mendekati mereka, lalu meraih lengan Bella dan menariknya untuk keluar dari kelas.

“E-eh, Momoshiro? Kenapa-”

“Berisik!”

Langkah kakinya masih belum berhenti. Entah akan membawa gadis itu ke mana, namun pemuda itu tak kunjung melepaskan eratan tangannya. Dan akhirnya, mereka pun berhenti di koridor yang berada jauh dari kelas mereka.

“Aku akan pindah ke Amerika, mulai besok.”

Suara hentakkan kaki dari beberapa siswa yang sedang berlalu lalang di koridor tempat mereka berdua berhadapan tidak jua mengalihkan perhatian Bella. Ekspresinya yang tak bisa dibaca, dengan kacamata yang masih melekat di wajahnya, tak menunjukkan hal-hal yang aneh.

“Kenapa ….”

Suasana di antara mereka hening. Desiran angin mengibas rambut hitam gadis itu, lirih. Kini koridor itu sepi. Dua insane itu masih di sana dengan suasana hati yang kacau.

“Tidak apa-apa. Aku hanya memberitahumu. Ahahaha kenapa aku ini konyol sekali ya, hahahaha”
Tawa yang dipaksakan itu sama sekali tidak lucu. Bahkan Bella pun sampai ingin sekali pergi dari sana. Tapi, ia tak memungkiri bahwa ia pun terkejut tatkala mendengar berita bahwa Momoshiro akan pindah. Terkejut sekaligus sedih. Ya, selama ini ia telah memendam perasaan terhadap pemuda itu, diam-diam. Ia merasa tak pantas untuk mengungkapkannya, apalagi setelah tahu bahwa orang yang ia sukai akan pergi.

“Tidak, ini buruk,” ucap Momo tiba-tiba, “Aku harus pergi mengikuti keluargaku di sana, dan harus rela orang yang aku sukai dibiarkan di sini.”

“Orang yang kau sukai?”

“Kau.”

Sesuatu membuat gadis itu kaget kepalang. Apalagi dengan mimik wajah Momoshiro yang serius saat menyatakan pernyataan itu, membuatnya tak bisa berpikir apa-apa.

“Alasan aku yang menjauhimu, bersikap dingin padamu, dan membawamu ke sini, hanya untuk itu. Maaf telah mengganggumu.” Pemuda itu melangkah pergi begitu saja.

Bella yang masih belum bisa bertindak apa pun masih berdiri memandangi kepergian pemuda itu. Besok, dia pergi. Hanya itu yang bisa dia pikirkan sekarang. Ia harus merelakan kepergian seseorang yang menyukainya dan disukainya. Namun, itu bukanlah akhir dari sebuah kisah, bukan? Karena mereka tak butuh alasan untuk saling memiliki, apa salahnya memiliki hubungan yang terbentang oleh jarak? Ya, walau Bella belum berkata secara langsung bahwa ia pun menyukai pemuda itu, namun dirinya merasa sudah memiliki seorang kekasih tanpa gelar—Momoshiro Takeshi.

***

-END-

A/N :

DEMI APA INI ADALAH FF TERLAKNAT YANG PERNAH DAKU BUAT ADFGGWJJWXLKGCEVRG /menangis pilu/  but btw ini FF pertamaku setelah hiatus nulis 3 bulan h3h3h3h3 *marawisan* tapi tulisanku jadi kaku gini yah :’( efek kelamaan gak nulis mungkin :’(

Ini hanyalah delusi dari seorang Sabila Eriana, teman-teman. Saya hanya menuliskannya karena iba dengan delusi dan pola pikirnya yang sangat tinggi dan menawan itu :’( Awas lo Bel kalo lo protes masalah ending gantung di FF ini, gue bunuh lo—kalo nggak ada hukum. Sengaja gak dibikin romantis entar lo keenakan berdelusy dan meninggalkan saya seorang diry

POKOKNYA JANGAN SALAHKAN SAYA MASALAH PAIR TERIMAKASIH WASALLAM END *ngacir*


Sign, Uul

[Coretan Random] : Sekai wa Koi ni Ochiteiru

Diposting oleh fuyuhanacherry di 14.02 0 komentar
Sekai wa Koi Ni Ochiteiru © Shizuka Fuyuki chan
[[Picture from : Ao Haru Ride]]
***



Hujan membawaku dalam sebuah kenyataan
Kenyataan bahwa hati ini menjerumuskan ke sebuah jurang perangkap yang tak berujung
Pikiran yang penuh penasaran pun memaksaku untuk terjun ke dalam sana
Yang berakhir dengan rasa sesal yang tiada gunanya lagi

Haruskah aku membuka mataku?
Lalu bersuara agar kau mengerti?
Namun terkadang, diam lebih baik dari pada mengungkapkan
Karena sesuatu yang kudamba memanglah mustahil kuraih

Sejauh apa pun aku melangkah, sebesar apa pun usaha yang kulakukan
Jika takdir itu memang diatur oleh tuhan, aku bisa apa?
Dibalik lisan yang kuungkapkan, tak ada artinya
Jika pun membuahkan hasil akan jawabannya, lalu aku harus apa?

Lebih baik untuk berhati-hati
Agar tidak terjatuh dalam cinta
Karena dunia gila ini telah bersekongkol dengannya,
Ya, memang begitu
***

A/N :
Dari pada blog udah kelamaan gak diapdet-apdet sampe bulukkan, mending ngerandom wakakakakakakakakak XD


Sign, Uul
 

home sweet dream Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review