Title : when love blossomed behind the reason
Fandom : Prince of Tennis
Desclaimer : Takeshi Konomi
Genre : Horror-Supranatural Drama
Main Character : Takeshi Momoshiro & Sabila Eriana a.k.a
Bella
Summary : ‘Alasan’ bisa saja menjadi sebuah hal bodoh yang
hanya membuang-buang waktu saja. Tapi ketika kau memberikan alasanmu, akulah
yang merasa bodoh. / Drama full delusi dari seorang Sabila Eriana / Jangan
baca, nanti syedih dan author tidak mau bertanggung jawab
***
Suasana kelas masih ramai setelah pembagian kelompok tugas,
usai. Yuno-sensei, guru Matematika di
Seishun Gakuen memerintahkan semua anak didiknya untuk selalu bekerja sama
dengan kelompok yang sudah dibuatnya dalam mengerjakan tugas. Bella Eriana,
seorang gadis dengan dua bola mata yang terhias frame kacamata berwarna hitam, hanya
memasang wajah datar. Baginya, berkelompok maupun tidak, hasilnya tetap sama
saja. Ia memang dikenal sebagai murid yang pintar di mata pelajaran itu, dan
disegani oleh teman-teman sekelasnya.
Kini, mereka semua harus duduk sesuai dengan kelompoknya.
Dan Bella mendapat kelompok 3, yang beranggotakan; Shizuka, Tanaka, dan
Momoshiro. Kepribadiannya yang tidak bisa akrab dengan anak laki-laki
membuatnya sedikit risih jika harus bekerja sama dengan mereka.
“Bella-chan, kita satu kelompok!” ucap Shizuka dengan wajah
yang bersinar, gembira. Ia memang merupakan salah seorang yang sangat dekat
dengan Bella.
Bella hanya tersenyum simpul, lalu kembali mengarahkan
pandangannya pada sebuah buku yang lumayan tebal, tentunya buku Matematika.
“Hei, bagaimana cara kerja kelompoknya? Apa semua tugas ini
akan dikerjakan oleh Bella?” ucap Tanaka, yang merupakan ketua kelas di kelas
itu.
Bella mengangguk, “Ya, serahkan saja pada-”
“Enak saja! Kita juga harus mengerjakannya, baka!” Laki-laki bertubuh tinggi itu
dengan sigap memotong pernyataan dari Bella. Momoshiro, laki-laki yang merupakan anggota dari klub tennis
sekolah mereka, klub Seigaku, menentang hal itu karena merasa sangat
direndahkan oleh gadis dengan surai hitam yang panjang sepunggung itu.
“Um … kalau begitu, Bella-chan mengerjakan yang ini, aku yang ini, Momo yang ini, dan Tanaka-kun yang ini. Bagaimana?” Shizuka
menjelaskan sambil menunjuk ke arah beberapa soal yang ada dalam buku. Mereka
semua pun mengangguk paham, lalu mengerjakan soal sesuai dengan bagian yang
telah ditentukan.
Suara bel tanda jam pelajaran Matematika telah usai
berbunyi, padahal mereka belum selesai mengerjakan tugas yang diberikan oleh
Yuno-sensei.
“Baiklah, kalau belum selesai, kalian boleh mengerjakan di
rumah, dan harus dikumpulkan lusa nanti,” jelas Yuno-sensei pada akhirnya.
Seluruh siswa pun merasa lega mendengar pernyataan itu, dan mulai membicarakan
tentang belajar kelompok mereka.
“Kita akan mengerjakannya di rumah siapa?”
“Tidak perlu. Aku bisa mengerjakan semuanya,” ujar Bella
lirih.
Momoshiro menepuk mejanya sambil berucap keras, “Sudah
kubilang tidak bisa! Kita harus mengerjakannya bersama-sama!”
“Oi oi, tidak perlu emosi seperti itu, Momoshiro.” Tanaka
berusaha menenangkan Momo yang tampaknya sangat aneh hari ini. ya, tak biasanya
dia marah-marah tidak jelas seperti itu. Padahal, biasanya dia selalu membuat
teman-temannya tertawa dengan leluconnya. Pasti ada sesuatu yang terjadi
padanya.
“Oke, kalau begitu, kita belajar kelompok di rumahku, besok
sore. Setuju?”
.
.
.
~A Prince of Tennis fanfict~
when love blossomed behind the reason ©
Shizuka Fuyuki chan
Prince
of Tennis © Takeshi Konomi
.
.
.
WARNING
: OOC (BANGET NGET NGET NGET. JANGAN PERCAYA SAMA KARAKTERNYA BELLA DI SINI
KARENA INI HANYALAH FIKTIF BELAKA), OC, AU, Typo(s), dll
.
.
.
Sepesial
untuk Bella-senpai. Setelah ini dikau harus membayar uang senilai
Rp.1.000.000,- kepada saya. Thx.
.
.
.
Enjoy
and Happy Reading! X3
.
.
.
Hari itu tak sesuai dugaannya, hujan. Bella yang tak membawa
payung karena tak mengira akan hujan pun terpaksa harus menunggu sampai hujan
mulai reda. Namun, sampai se-per-empat jam ia menunggu di sana pun, hujan belum
saja surut.
“Harusnya aku membawa payung tadi. Cih!” Ia mendengus kesal.
Sekolah sudah mulai sepi, semua siswa satu per-satu pulang ke rumah mereka
masing-masing. Ada yang dijemput anggota keluarganya, ada pula yang diantar
oleh um … mungkin kekasih mereka.
“Bella-san, mau ikut?”
Seseorang mengejutkan gadis itu. Momoshiro, pemuda itu menawarkannya untuk
pulang bersama—maksudnya menawarkannya untuk pulang di bawah lindungan payung
yang sama.
“A-no … tidak apa-apa,
aku bisa menunggu hujan ini reda.” jawab Bella pelan sambil tersenyum—walaupun
sebenarnya ia sangat ingin pulang saat itu.
“Tidak apa-apa, rumah kita ‘kan satu jalur,” kata Momo bersikeras
agar Bella mau pulang bersamanya. “Bisa saja sampai malam, hujan tidak
reda-reda, lho.”
Bella mulai berpikir. Akhirnya, ia pun memutuskan untuk menerima
tawaran dari pemain tennis itu, “Baiklah, arigatou.”
***
Jarak ke rumahnya masih sekitar 200 meter lagi. Bella sebenarnya
sedikit malu jika harus pulang bersama Momoshiro. Tapi mau bagaimana lagi, kondisinya
sangat tidak memungkinkan untuk menolak ajakan teman satu kelasnya itu.
“Bella-chan.”
“E-eh?” Bella membelalakkan matanya, menatap ke arah seorang
pemuda yang menggenggam gagang payung di sampingnya.
“Kau keberatan tidak, jika aku bermain ke rumahmu?”
Eh? Kenapa tiba-tiba bicara begitu? Ada apa sebenarnya? Bella
merasa ada yang mengganjal di sini—lebih tepatnya dengan tingkah laku Momoshiro
yang sedikit canggung membuatnya terkejut, berbeda dengan saat dia belajar
kelompok di sekolah. Bella menghela nafas pelan, lalu berucap, “Tidak masalah
tapi—”
“Ah, tidak apa. Aku tak memaksamu.”
“Bukan begitu ….”
Bella tiba-tiba saja menghentikan ucapannya. Dilihatnya pemuda
yang tengah memandangi jalanan basah di hadapannya, manis. Ucapannya tadi
benar-benar lembut, berbeda sekali dengan sikapnya saat belajar kelompok tadi
di sekolah.
Suasana pun hening. Udara basah akibat rintikan butir-butir air
yang membasahi tanah membuat hawa yang cukup dingin. Apalagi dengan payung yang
tak cukup besar untuk dua orang itu, Bella sesekali harus rela sikunya basah
akibat guyuran air hujan yang turun dari daun payung itu.
“Kau kedinginan?” ucap Momoshiro setelah menyadari bahwa gadis itu
menggigil tak nyaman. Bella hanya menggeleng pelan.
Momo menghentikan langkahnya, hal itu pun otomatis membuat Bella
menghentikan langkahnya pula.
“Pegang ini,” ucap Momoshiro sambil menyerahkan payung kelabu
miliknya. Bella pun menerimanya dengan segera.
Tak disangka, Momo melepas jaket ‘Seigaku’ nya dan menyelimuti
Bella dengan jaket putih biru itu. Bella ternganga, hatinya terenyuh. ‘Ini
bukan bermaksud apa-apa bukan?’ batinnya.
“Pakailah itu, dan bawa saja payungnya. Aku akan pulang sendiri.
Jaa!”
Momo langsung berlari menjauh seorang diri, dengan posisi tas yang
digunakan untuk melindungi dirinya dari tetesan air hujan. Detik demi detik
berlalu, bayangan tubuhnya pun mulai sirna, ditelan arah, termakan suasana
sunyi dalam hujan sore hari itu.
***
“Bella.” Seseorang menyapa Bella dari luar pintu kelas. Ia
tersenyum tatkala gadis yang ia panggil itu menatap ke arahnya, lalu segera
beranjak dari tempat duduknya. Saat itu kelas masih sepi. Bella berangkat lebih
pagi dari biasanya.
“Ah, Fuji-senpai. Ada
apa?”
“Yuno-sensei menyuruhmu untuk tidak pulang terlebih dahulu,
sepulang sekolah. Ada sesuatu yang ingin dia bicarakan padamu, katanya.”
Seuntai senyum yang dibarengi dengan sepasang mata yang melekuk manis membuat
Bella senang. Kakak kelasnya itu sangat baik dan ramah, pikirnya.
Bella pun mengangguk, mengerti, “Baiklah. Terimakasih telah
memberitahuku, senpai!”
Fuji kembali mengangguk, lalu berlalu begitu saja dari kelas itu.
Tanpa mereka sadari, saat itu, Momoshiro telah berada di depan kelas, mengintai
percakapan mereka. Raut mukanya tampak tak segar, seakan-akan ada rasa cemburu
dalam hatinya—yah, memang dia cemburu, sih.
Momo pun memasuki kelasnya itu, melewati Bella yang berada di
ambang pintu, dengan dingin. Belum sempat gadis itu mengucapkan ucapan ‘selamat
pagi’, Momo sudah mengucapkannya terlebih dahulu, dengan nada menggerutu,
“Ohayou.”
“O-ohayou,” jawab Bella pelan. Beberapa menit setelah itu,
beberapa siswa mulai memasuki kelas, menghilangkan suasana canggung di antara
mereka berdua.
Sampai pada akhirnya, Bella baru mengingat perihal jaket Momoshiro
yang ia pinjam, kemarin. Segera ia kembali ke tempat duduknya, membuka tasnya
untuk mengembalikkan jaket itu.
Ia pun melangkah pelan ke arah Momoshiro yang tampak sedang
melamun memandangi pemandangan di luar jendela.
“Ano … Momoshiro,”
“Huh?” Momo mengarahkan pandangannya ke arah di mana suara itu
berasal. Sudah ia duga, suara itu memanglah milik Bella.
“Ini, terimakasih kemarin kau meminjamkan ini padaku,” ucap Bella
sambil menyerahkan jaket biru-putih yang terlipat rapih. Momo pun menerimamanya
dengan wajah datar. Setelah itu, ia kembali memandangi pemandangan di luar
jendela yang berada di sebelah kanannya.
Bella masih berdiri di sana. Ia pun tak tahu kenapa kakinya tak
juga beranjak dari tempat itu. Hatinya gelisah, tak mendapatkan jawaban dari si
Takeshi itu. Sampai pada akhirnya, Shizuka yang baru memasuki kelas
memanggilnya dari arah pintu.
***
Momoshiro semakin aneh saja.
Semenjak hari itu, di mana Bella berbincang dengan Fuji-senpai di
depan kelas, ia Nampak murung. Tak jelas alasannya. Bella mengira kalau Momo
cemburu karena dirinya berduaan dengan Fuji—walau dia tak yakin. Ia tak ingin
beranggapan terlalu jauh. Tapi, dia menyukainya.
Sampai pada suatu saat, ketika Fuji-senpai memanggilnya kembali
karena urusan Olimpiade Matematika yang akan diadakan satu bulan lagi.
Dan lagi-lagi, Momoshiro memandangi mereka tanpa mereka sadari.
Dan tanpa diduga sebelumnya, ia mendekati mereka, lalu meraih lengan Bella dan
menariknya untuk keluar dari kelas.
“E-eh, Momoshiro? Kenapa-”
“Berisik!”
Langkah kakinya masih belum berhenti. Entah akan membawa gadis itu
ke mana, namun pemuda itu tak kunjung melepaskan eratan tangannya. Dan
akhirnya, mereka pun berhenti di koridor yang berada jauh dari kelas mereka.
“Aku akan pindah ke Amerika, mulai besok.”
Suara hentakkan kaki dari beberapa siswa yang sedang berlalu
lalang di koridor tempat mereka berdua berhadapan tidak jua mengalihkan
perhatian Bella. Ekspresinya yang tak bisa dibaca, dengan kacamata yang masih
melekat di wajahnya, tak menunjukkan hal-hal yang aneh.
“Kenapa ….”
Suasana di antara mereka hening. Desiran angin mengibas rambut
hitam gadis itu, lirih. Kini koridor itu sepi. Dua insane itu masih di sana
dengan suasana hati yang kacau.
“Tidak apa-apa. Aku hanya memberitahumu. Ahahaha kenapa aku ini
konyol sekali ya, hahahaha”
Tawa yang dipaksakan itu sama sekali tidak lucu. Bahkan Bella pun
sampai ingin sekali pergi dari sana. Tapi, ia tak memungkiri bahwa ia pun
terkejut tatkala mendengar berita bahwa Momoshiro akan pindah. Terkejut
sekaligus sedih. Ya, selama ini ia telah memendam perasaan terhadap pemuda itu,
diam-diam. Ia merasa tak pantas untuk mengungkapkannya, apalagi setelah tahu
bahwa orang yang ia sukai akan pergi.
“Tidak, ini buruk,” ucap Momo tiba-tiba, “Aku harus pergi
mengikuti keluargaku di sana, dan harus rela orang yang aku sukai dibiarkan di
sini.”
“Orang yang kau sukai?”
“Kau.”
Sesuatu membuat gadis itu kaget kepalang. Apalagi dengan mimik
wajah Momoshiro yang serius saat menyatakan pernyataan itu, membuatnya tak bisa
berpikir apa-apa.
“Alasan aku yang menjauhimu, bersikap dingin padamu, dan membawamu
ke sini, hanya untuk itu. Maaf telah mengganggumu.” Pemuda itu melangkah pergi
begitu saja.
Bella yang masih belum bisa bertindak apa pun masih berdiri
memandangi kepergian pemuda itu. Besok, dia pergi. Hanya itu yang bisa dia
pikirkan sekarang. Ia harus merelakan kepergian seseorang yang menyukainya dan
disukainya. Namun, itu bukanlah akhir dari sebuah kisah, bukan? Karena mereka
tak butuh alasan untuk saling memiliki, apa salahnya memiliki hubungan yang
terbentang oleh jarak? Ya, walau Bella belum berkata secara langsung bahwa ia
pun menyukai pemuda itu, namun dirinya merasa sudah memiliki seorang kekasih
tanpa gelar—Momoshiro Takeshi.
***
-END-
A/N :
DEMI APA
INI ADALAH FF TERLAKNAT YANG PERNAH DAKU BUAT ADFGGWJJWXLKGCEVRG /menangis pilu/ but btw ini FF pertamaku setelah hiatus nulis
3 bulan h3h3h3h3 *marawisan* tapi tulisanku jadi kaku gini yah :’( efek
kelamaan gak nulis mungkin :’(
Ini
hanyalah delusi dari seorang Sabila Eriana, teman-teman. Saya hanya
menuliskannya karena iba dengan delusi dan pola pikirnya yang sangat tinggi dan
menawan itu :’( Awas lo Bel kalo lo protes masalah ending gantung di FF ini,
gue bunuh lo—kalo nggak ada hukum. Sengaja gak dibikin romantis entar lo
keenakan berdelusy dan meninggalkan saya seorang diry
POKOKNYA
JANGAN SALAHKAN SAYA MASALAH PAIR TERIMAKASIH WASALLAM END *ngacir*
Sign, Uul