Kegiatan ekstrakurikuler paduan suara
telah usai. Beberapa anak yang mengikuti kegiatan ekstra tersebut mulai keluar dari
ruang musik, menuju gerbang sekolah. Hanya saja, Yuna sengaja tidak pulang
bersama teman-temannya itu, hanya untuk sekedar mengambil buku catatannya yang
tertinggal di kelasnya, yang berada di lantai dua. Setelah itu, dia kembali dan
melangkah pergi untuk pulang.
Namun, tiba-tiba raut wajah gadis itu tampak gelisah, tatkala
dirinya mendapati sosok Rika yang sedang melangkah menghampirinya, yang baru
saja sampai di koridor. Fokusnya langung menuju ke masalahnya dengan perempuan
yang juga merupakan anggota eskul
paduan suara itu. Ia masih ingat betul tentang kejadian hari kemarin, ketika
dirinya tak sengaja menumpahkan segelas jus jeruk ke seragam yang dikenakan
oleh gadis itu di kantin. Semua mata yang ada di kantin memandang mereka saat
kejadian tersebut, yang membuat hati Rika tergilas oleh rasa malu.
Yuna memang sudah meminta maaf saat
itu. Tapi sepertinya Rika masih belum memaafkannya, karena peristiwa memalukan itu
selalu dibicarakan oleh murid-murid di sekolah mereka. Kalau sudah begini, apa yang harus dilakukan? Pikir Yuna
berkali-kali.
“Yuna, ya?”
Yuna mengangguk ketika gadis dengan
rambut sebahu yang berada di hadapannya itu memanggil namanya.
“Terimakasih atas yang kemarin,” ucap
Rika dengan nada mengejek.
“Maaf.” Yuna masih saja berusaha
mengucapkan kata ‘maaf’, walau sebuah kata yang ia ucapkan itu tidak akan
berarti terhadap situasi saat ini.
Rika tersenyum kecil, “Eh, serius loh,
aku berterimakasih,” Rika memberi jeda sedikit pada perkataannya, “Karena
peristiwa kemarin, aku jadi mengerti, bahwa ketika seseorang melakukan suatu
perbuatan kepada orang lain-”
Belum sempat Rika menuntaskan kata-katanya,
ia langsung menyiram segelas air dari gelas plastik yang dibawanya ke seragam
Yuna. Yuna terkejut bukan main. Sekarang tubuhnya basah, seperti seseorang yang
tangah kehujanan di bawah awan kelabu.
“Ketika seseorang melakukan suatu
perbuatan terhadap orang lain, akan tumbuh perasaan untuk ingin membalas
perbuatan itu. Maaf.”
Rika berjalan pergi melewati gadis
yang masih berdiri kaku di koridor sekolah yang sepi itu.
Yuna menatap langit yang sudah mulai
mengantuk, menunjukkan bahwa hari itu sudah sore, dan membuatnya perlahan
melangkah untuk meninggalkan sekolah yang sepi itu serta lantai koridor yang
basah karena peristiwa tadi.
“Eh, Yuna, kenapa seragam kamu basah?”
Pak Deni, selaku satpam yang menjaga
sekolah di pintu gerbang mengerutkan kening penuh rasa ingin tahu.
“Tidak apa-apa, Pak. Hanya masalah
kecil.” Yuna menjawab pertanyaan pria itu sambil tersenyum, lalu kembali
melangkahkan kakinya untuk pulang.
Sebenarnya dia kesal dengan perlakuan
Rika padanya. Padahal hanya karena masalah kecil, tapi Rika menanggapinya
terlalu berlebihan sehingga menimbulkan perasaan dendam.
Namun, Yuna ingat dengan kata-kata
Rika saat itu,
“Ketika
seseorang melakukan suatu perbuatan terhadap orang lain, akan tumbuh perasaan untuk
ingin membalas perbuatan itu.”
Setidaknya, tindakan yang Rika lakukan
memang salah. Tapi karena kata-kata itu, Yuna mengerti, bahwa dari setiap perbuatan
yang ia lakukan terhadap orang lain, pasti orang lain itu akan memiliki rasa
untuk membalas perbuatannya, dalam balasan yang baik maupun buruk. Karena di
mana ada sebab, pasti ada akibat. Itu hal yang setimpal, bukan?
-END-
.
.
.
A/N
:
Iseng
di waktu senggang. Mumpung ada mood nulis /o/
Sign,
Uul
0 komentar:
Posting Komentar