lemme fall into the deepest sadness
ill make sure all of my life trace is clear
goodbye
see ya in ur dreams, if you hope so
mari mempererat tali silaturahmi
Selasa, 18 Desember 2018
Minggu, 09 Desember 2018
yestoday
orang-orang bilang aku jahat
berat badanku 43
jerapah masih lebih berat
tinggiku 151
jerapah masih lebih tinggi
kira-kira aku bisa melakukan hal sejahat apa pada mereka?
padahal mereka tidak bilang keberatan
empatiku tak bersisa, menurut orang-orang
padahal aku hanya ingin naik
merasakan kepuasan
telelap dalam buaian mimpi
aku ingin naik jerapah
tapi orang-orang melarang
memintaku untuk menyianyiakan nafas
aku ingin naik jerapah
aku ingin memeluk leher panjangnya
dan terlelap di punggungnya sepanjang malam
pasti semua hari akan terasa sama
malam itu
tidak ada definisi kemarin atau besok
hanya hari ini
fragile
jika kau tak keberatan,
lerai seluruh inci
pembentuk bayangku
jalari seluruh pori-pori
saring literan peluh
sangga debu yang hilir mudik
sedetail itu dan kau akan tahu
rapuh
definisi sempurna tentangku
angin yang meruntuhkanku dengan bertiup
tak pernah salah
tuhan yang ciptakanku jua
aku pula
hanya butuh bahu, sukarela
semacam pengabdian
namun aku punya cermin
ia berbicara,
“memangnya eksistensimu seberharga apa?”
aku menyadari,
hartaku hanyalah nama
aku menyadari,
hartaku hanyalah nama
jadi, pilihan lainnya;
perlu kucoba henti kinerja jantung, rupanya?
Jumat, 07 Desember 2018
i'm here
aku pikir, dunia perlu berjalan mundur
sesekali memberi celah
memakan semua garis fana
yang mereka tarik tanpa arti
dan tersebutlah; ideal
aku bergerak
bercengkrama dengan langit
mengalun bersama suara angin
menginjak bumi
memberi tanda,
aku ini nyata
aku bukan mahluk mimpi
yang dijumpai saat dunia terhenti
mengikuti hipnotis dentingan jam
melewati beriburibu angka
sensasi iman menyingkirkan lelah
hari ini, aku nyata
meski terlekang seribu dimensi
aku menetap
dan yang kutunggu
bisakah kau melihatku?
Minggu, 02 Desember 2018
#np : dean - Instagram
jadi pada akhirnya aku uninstal ig untuk.............kali ketiga? wkwkwkkwk ak org yg gakapok kapok ternyata. alasannya masih sama, semua yang ada di instagram terlalu gasehat buat jiwaku asek
terlalu banyak hal indah di instagram, cerita-cerita orang yang sepertinya selalu menarik untuk ditilik, karya temen-temen yang patut diapresiasi, dan itulah masalahnya; semua itu kadang menumbuhkan rasa salty dalam diriku dan secara diem-diem ansietasku juga naik karena hal tersebut. gasehat, sumpah bener-bener gasehat. aku udah sadar dari dulu sampe memutuskan uninstal, tapi akhirnya aku instal lagi karena apa? pengen ngestalk orang LMAO sekarang udah, kapok, lagipula mau ada ig atau kaga aku tetap bacot di sosmed manapun hahahaha cuma sepertinya ig bukan tempatku aja
persis kaya yang ada di lagunya dean yang instagram itu, rasa-rasanya emang yah gmn ya buk, kadang aku juga pengen ikut-ikut edgy kaya orang-orang tapi rupanya itu bukan wilayahku, akhirnya aku nyerah juga. tapi bukan berarti aku sama sekali gabuka ig ko. notif masi aku nyalain yang lewat browser jd kalo ada apa-apa masi keliatan dikit walo gabisa DM. dan aku juga masi suka cek ig cuma buat ngecek akun calon adek ipar aku hihihihihihi alias tern kulisala leechaiyapornkul UWU
ya bukan berarti dengan ninggalin ig semuanya bisa langsung membaik sih. engga gitu juga. buktinya sampe sekarang aku masi anxiety dan suicidal LOL cuma rasanya ada beban yang berkurang aja. apalagi pada dasarnya aku ini orangnya melankolis bu apa-apa dipikirin, terlalu overthinking lah. intinya tergantung orangnya juga sih sebenernya. cuma buatku, bye ig
sebenernya pengen uninstal WA juga karna sama-sama 'vibes'-nya apalagi sejak WA ada fitur snapnya BEUHHHHHHH panas-panasan doang isinya. padahal aku kan punya sosmed untuk mempermudah kehidupan ini napa malah mempersulit ya. tiap ada yang ngesnap kebahagiaan mereka aku selalu salty jujur aja, tambah insecure sama diri sendiri dan pen ded saja. orang-orang mungkin tidak ada yang menganggap status WA ku serius kali ya. padahal aku juga ingin dimengerti, kalo ingin bikin snap yang hepi-hepi tolong exclude in aku dong sumpah ini mah aku tidak suka melihat kebahagiaan orang. terimakasih atas pencerahannya bu haji, aku akan tetap berada di jalan setan WKWWKWKWKKWKWK jk intinya aku benar-benar harus mulai mengontrol pergaulanku irl maupun sosmed karena dampaknya sama-sama gede buat kondisi mentalku yang always berantakan
andai aku kaya, yang bakal pertamakali aku lakukan adalah pergi ke psikiater
halo, selamat malam! oyasuminasai minna ikuzooo
Sabtu, 17 November 2018
sok-sok nginggris session
illustration by IDK BCS I JUST STOLE IT FROM PINTEREST IM SRRY ARTIST-NIM
[110818]
#1
as a dream that came out in our night
as you cant see the future reality
its nothing wrong to make a wish
on your 19th birthday
although it'll be the worst step
to sing a graduation song
dedicated for NCT Mark
#2
the two of us
breathing in the petrichor
that smells like our thoughts
then the rain stops
but we still stuck in the same feeling;
the hurt of the silence
with rain drops
as asmr
dedicated for ... whoever
#3
i'm lost
because
too easily
for me
to taken by
ur existence
dedicated for ... whoever (1)
#4
wherever you are
how many miles we're separated
in the end
our sky will always same
and our hearts will never match to each other
so, let me left
dedicated for every person...who i guessed wrong uwu
a/n
maaf atas grammar dan tulisan yang merusak mata
ak cuma sedang mencoba utak atik yang bukan bahasa indonesia WKWKWKWWKW this is my frst time to write something like this tbh,,,,,will learn more and more in the future
chittapon leechaiyapornkul
Cerita, cita, hanya akan menjadi dua hal yang bersilangan
Harap, hanya satu hal yang melayang di atmosfer
Ilalang di lapangan yang tiap kali terinjak; takkan
mempengaruhi telapakmu
Terima yang sudah digariskan
Tanda bahwa tak perlu ada yang diekspektasikan
Akan membawamu dalam rasa aman
Pun jikalau yang kamu pinta, kamu dapat
Orang akan menganggap kamu orang yang beruntung
Namun, nadimu bukan nadiku
Lebih lama menelisik kata demi katamu
Enggan pula aku berhenti
Enyahlah semua gelisah
Cuma kamu, adiksiku
Harimu adalah candu
Alih-alih lelah, tak ada lagi yang bisa kulakukakan
Inikah kelebihanku?
Yaitu berani menggantungkan semuanya padamu
Apakah keputusan yang naif?
Perlukah aku mempertimbangkannya lagi?
Omong-omong, aku sudah berada di ujung batas
Ragu sudah tak tersisa dalam relung
Neracaku sudah tak
memiliki sensor yang akurat
Kamu yang mengambil dan merusaknya
Untungnya, kamu tak keberatan
Lereng eksistensimu kuambil sebagai alasan
***
a/n
coba baca gabungan huruf pertama setiap kalimat, hehe,
100%
illustration by Kathrin Honesta
Kamu manusia
Layaknya aku
Mahluk tanah
Terkadang lembab, terkadang kering
Dan kamu adalah yang kedua
Raut wajah bukanlah ekspresimu
Suara bukanlah ungkapanmu
Kamu sembunyikan rasa lekat-lekat
Di balik jaket tebal coklat tua
Rupanya, kamu takut
Kamu mendengar prakata itu
Keidentikan manusia dengan sebutan ‘mahluk sempurna’
Kamu bingung
Kamu tak yakin ada di antaranya
Kamu merasa ada yang salah
Retak
Bercelah
Mengekspos pondasi dirimu yang rapuh
Penuh karat
Terus dihujani yang tak diharap
Kamu dapat dimengerti
Karena kamu, begitulah aku
Berada di bawah atap yang sama
Namun yang terinjak tidaklah demikian
Mendorong semua pergolakan
Dan kamu takut
Terkalut
Sampai rasanya aku ingin berbisik
Mengharap respon saraf pendengaranmu
Hei, Aku,
sebenarnya kamu hanya belum mengerti
Bahwa sempurna tidaklah sama dengan seratus persen
Jumat, 03 Agustus 2018
lika liku luka
Pagi ini, untuk yang ketiga kalinya, aku mendapati keadaan
tubuhku yang tak sepenuhnya baik; aku menemukan luka seperti bekas sayatan di
lengan sebelah kiri atas. Rasanya sangat perih sebelum akhirnya aku mengobati
luka tersebut dengan obat merah dan plester.
Ya, ini bukan pertama kalinya aku mengalami kejadian serupa.
Beberapa hari sebelumnya, bagian tubuhku yang lain juga penuh dengan luka
misterius yang baru kuketahui keberadaannya saat bangun dari tidur. Padahal
seingatku, aku masih dalam keadaan baik-baik saja sebelum tertidur malam itu.
Awalnya kupikir hanya keteledoranku dan aku tak perlu memikirkannya terlalu
jauh. Namun setelah hal ini menimpaku berkali-kali, akhirnya aku memberanikan
diri untuk bercerita pada sahabatku, Mei.
Mei adalah sahabatku sedari SMP. Dan kebetulan, kami satu
SMA dan berada di kelas yang sama. Dia adalah perempuan yang sangat baik dan
ramah dengan siapa saja. Karena itu lah, aku yang terkenal sulit bersosialisasi
ini bisa berteman dengannya dengan baik. Mei bisa dibilang adalah kebalikan
dari diriku—dia sangat hangat dan penuh semangat. Ia selalu memberi nasehat
yang baik kepada teman-teman yang bercerita kepadanya. Dan aku sangat bersyukur
bisa menjadi salah satu sahabatnya.
Aku menceritakan semua ceritaku dengan detail kepadanya saat
kami berdua makan bersama di kantin, di jam istirahat pertama. Mei tampak
sangat terkejut setelah mendengar ceritaku.
“Itu sangat aneh,” ungkapnya, kemudian menambahi, “Apakah
ada barang-barang yang hilang di rumahmu saat itu?”
“Entahlah. Aku tak terlalu memperhatikan.” Aku menyeruput
segelas jus jeruk yang tersaji di depanku, kemudian melanjutkan perkataanku,
“Tapi sepertinya tidak ada. Keluargaku tidak ada yang meributkannya, sih.”
“Kalau begitu, bagaimana dengan orang-orang di rumahmu?
Apakah mereka mengalami hal yang sama?”
“Sepertinya tidak juga.”
Mei mendengus. Sepertinya, ia telah menyerah untuk menebak-nebak
apa yang terjadi padaku.
“Ah, sudahlah. Tampaknya, aku terlalu berlebihan
memikirkannya. Ahahaha.”
Hari itu, semuanya berlalu seperti biasanya. Tidak ada yang
menarik selain praktik seni tari pada jam pelajaran terakhir.
Esok hari pun datang menjemputku. Sekilas, aku merasakan ada
yang tidak baik pada diriku tepat setelah aku membuka mataku untuk pertama
kalinya pada hari itu. Kepalaku pusing, perutku terasa melilit, dan semua
gambaran yang tertangkap oleh kedua mataku tampak seperti goncangan gempa.
Untuk sekedar menggerakkan tanganku saja rasanya tak mampu. Aku terus berbaring
di kasurku sampai pada akhirnya ibu menuju ke kamarku, dan saat itu juga
seluruh pandanganku berubah menjadi hitam.
***
Aku mendapati diriku tengah berbaring di ranjang rumah sakit
dengan pergelangan tangan yang tersambung dengan selang infus tatkala aku
membuka kedua kelopak mataku.
Dan di ruangan itu, hanya ada aku seorang diri.
Aku kebingungan, kemudian segera mencari-cari ponselku—barangkali
ada yang membawanya ke tempat ini, namun hasilnya nihil. Padahal aku berniat
untuk menelpon Mei agar segera datang menemaniku di sini.
Kutarik nafasku dalam-dalam, kemudian menghembuskannya
perlahan untuk menenangkan diri. Tak lama setelah itu, sekelumit suara dari
luar ruangan menelisik telingaku.
“Bagaimana keadaan anak saya, Dok?”
“Keadaannya cukup kritis, dan sepertinya kondisi
psikologisnya lebih parah dari biasanya.”
Aku tertegun. Apakah yang baru saja dibicarakan adalah aku?
“Bagaimana dengan penanganannya, Dok?”
“Tenang saja. Kami akan berusaha semaksimal mungkin.”
Tak lama kemudian, seorang pria muncul dari balik pintu.
Sepertinya, dia adalah sosok yang disebut sebagai dokter barusan oleh lawan
bicaranya.
“Kamu sudah bangun ternyata. Bagaimana perasaanmu?”
Aku kebingungan menjawab pertanyaan yang kupikir aneh untuk
ditanyakan kepada pasien yang baru saja terbangun dari kondisi pingsannya.
Namun, beberapa detik kemudian, aku pun menjawab, “Baik.”
“Ibumu sedang mengambilkan obat untukmu. Sekarang
beristirahatlah.” Ia menyarankanku, kemudian melanjutkan kata-katanya yang
sempat terjeda. “Mei.”
Dia menyebut sebuah nama yang tentu saja tidak asing lagi
bagiku.
Dia telah menyebut nama sahabatku—yang selama ini berada
dalam tubuhku sendiri.
Aku tersenyum.
Baiklah, sepertinya sekarang sudah saatnya aku
memperkenalkan diri. Namaku Meika Natasha. Aku adalah seorang pelajar SMA
berumur 17 tahun yang telah diagnosa menderita skizofrenia dan sindrom
Muchausen sejak orangtuaku bercerai tiga tahun lalu. Dan tidak seperti remaja
normal lainnya, aku tidak memiliki satu pun sahabat yang bisa kupercayai selain
diriku sendiri—selain Meika Natasha.
Skizofrenia menyebabkanku berhalusinasi telah memiliki seorang
sahabat yang baik, yang sebenarnya tidak pernah ada. Di sisi lain, Sindrom
Muchausen menyebabkanku secara sengaja melukai diri sendiri—dalam kasus ini,
aku menyayat lenganku setiap malam—demi mendapatkan perhatian dari oranglain.
Namun rupanya, walaupun aku sudah membuat diriku sendiri
terluka, tetap saja tidak ada yang mempedulikanku—selain ibuku.
Aku menyadari bahwa aku bukanlah Putri Salju yang telah
memakan apel beracun dari Ratu jahat, yang kemudian mendapat perhatian dari
para kurcaci, bahkan diselamatkan oleh seorang pangeran; bukan pula seorang
Rapunzel yang dikurung di atas menara dan kemudian diselamatkan oleh seorang
pemuda baik hati.
Aku hanyalah seonggok bayangan di atas cermin cembung dari
kisah mereka—aku justru memberikan apel beracun pada diriku sendiri, dan
mengurung diri pula dalam menara yang kubuat sendiri.
Yang perlu digarisbawahi adalah : aku ingin seseorang
menyelamatkanku.
Langganan:
Postingan (Atom)