perihal dunia (yang direduksi)

dunia penuh teka-teki

yang selalu membawa penasaran 

menarik logika ke sana ke mari

dari menyulut api sampai memadam bara

dunia penuh petaka

menyorot duka dan tebing curam

dengan lampu nurani yang

baterainya hampir habis

dunia penuh

manusia

dan isi pikirannya

yang selalu risau

selalu terusik

masa depan

iring

ia meminta jalan saja,

supaya bergerak

mengenal

langkah

kaki

dan

aku lain,

meminta duduk

supaya saling beristirahat

yang tak pasti putus, pun lanjut

pelan-pelan aku mencari remah-remah rasa yang sebenarnya tidak pernah hilang, melainkan berjalan terlalu cepat sampai bola mataku tak sempat menangkap kepergiannya—samar-samar laju bulan pun berhenti dalam keadaan sabit, dan aku diam meragu bersama langit (untuk memberi undangan pada fajar yang masih lelap)

fantasinya:

takut mengusik dan mengganggu,

lalu terputus dan terlepas

pada akhirnya aku mengunci gejolak dengan sisa-sisa buah logika yang masam, seperti jeruk nipis yang baru saja panen di kebunmu