Kamis, 05 Januari 2017

[drabbles] flow

Diposting oleh fuyuhanacherry di 16.35
*SEMpRIT pELUIT* yayyaaayyy akhirnya ini aku bisa nulis lagi huhuh ;;;;;;;;;;;;;;;;;; padahal kupikir kemampuanku buat nulis uda kosong melompong karna lama bat ngga diasah (dan malah dianggurin). 

Sekarang lagi senengnya nyanyi-nyanyian sih jadi nulis rada terbengkalai(???) cuma tadi pas denger lagu-lagunya keeno kek ada motivasi tersendiri buat nulis gitu huhuhu keeno is my favorite producer btw huhuhu lavlav <3 

Ini sub judul(???) aku ambil dari judul-judul lagunya keeno yg kudenger gitu wwww tapi bukan songfict kok soalnya ak sebenernya gatau juga arti dari lagu-lagunya keeno #GUBRAG jadi ini emang dasarnya ngarang, Cuma ngambil prompt dari judul aja uwu 

Maaf ini aku makin tua nulisnya makin kaku alay aja hiks terus ini gaaku koreksi setelah bikin jd langsung publish jd maap klo byk typo dan salah eyd #YHA. *nggelundung  *tutupmuka
.

.

.



.

.

.


# in the rain

Kau tengah memegang tangkai payung kelabumu ketika langkah kakiku tak sengaja membawaku ke dalam jarak lima meter dari tanah tempatmu berdiri. Orang-orang ramai dengan jamur yang mereka gunakan untuk melindungi seluruh bagian dari pucuk kepala mereka, melalui jalanan di sekitarmu dengan riang, meninggalkan batas antara sekolah dan lingkungan luar yang ditandai oleh gerbang baja yang tingginya sekitar dua meter. Lonceng sudah berbunyi sejak sekitar sepuluh menit yang lalu, bukan hal yang aneh ketika aku melihat banyaknya orang yang berseragam sama denganku melangkahkan kaki meninggalkan sekolah. Tidak seperti dirimu yang sedari tadi masih terlihat berdiri diam di samping gerbang yang telah terbuka. Matamu menjelajah secara cermat ke arah kerumunan orang di depanmu—nampaknya, tengah mencari sesuatu, lebih tepatnya seseorang.

Ah, mungkin kau ada janji dengan temanmu dari kelas yang berbeda untuk pergi ke suatu tempat? Atau justru, menunggu kekasihmu untuk berkencan sepulang sekolah? Otakku meraba-raba semua kemungkinan yang memiliki potensi dalam wujud nyata. Aku terlalu memikirkan hal itu sampai-sampai melupakan momen ketika langkah kakiku telah berada sejajar dengan kakimu yang menghadap horizontal. Hal tersebut sudah berlalu, beberapa detik yang lalu.

Aku sudah benar-benar berada di luar sekolah, sedangkan kau masih dengan penungguanmu di sana. Kuharap, kau cepat menemukan orang yang kau cari. Tapi ngomong-ngomong, apa yang akan kaulakukan di kala hujan seperti ini? Aku mulai menebak-nebak hal yang bukan urusanku lagi sampai hujan mulai berganti menjadi gerimis kecil dengan tempo yang meneduhkan kalbu.

.

# glow

Bukanlah kesengajaanku saat aku pergi menuju perpustakaan seorang diri dan menemukan sosokmu di lapangan futsal bersama teman-temanmu. Suara gelak tawa sesungguhnya sangat mencuri perhatianku, namun apa boleh buat, aku tak mungkin menolehkan wajahku kea rah kerumunan laki-laki kelas sebelah hanya untuk itu.

Aku sangat yakin dari tawaan yang baru saja kudengar, terdapat suaramu yang ikut menyelip di sana. Suara tawa yang sangat puas, apalagi jika saat itu aku melihat ekspresi wajahmu. Mulut yang membentuk huruf ‘D’ kapital dengan kemiringan 90°, mata yang menyipit ke atas dan membentuk seraut garis di bawah kelopak mata. Aku dapat membayangkannya.

Dan tiba-tiba saja suara seseorang menghentikan langkahku yang sudah mencapai ujung lapangan.
“Rin, mau ke mana?”

“Perpustakaan. Kenapa?”

“Boleh minta tolong untuk perpajang buku pinjamanku?”

Aku mengangguk. Orang yang menjadi lawan bicaraku menunjukkan ibu jari tangan kanannya ke padaku, “Thank you!”

Dia berlari kembali ke tempat asalnya. Dan aku baru sadar jika barusan orang itu membuatku menjadi center of interest di sana.

Dasar Barney yang menyebalkan! Apa dia melupakan karakteristikku yang sangat tidak ingin diperhatikan ini?

Ah, apa saat itu kau juga memperhatikankku? Aku anggap iya, dan aku akan menyalahkan teman masa kecilku yang payah itu atas kejadian tersebut.

(Walau sesungguhnya, bunga-bunga yang tumbuh di dalam diriku berkilauan ketika membayangkan sorot matamu membidik ke arahku)

.

# drop

Pentas seni yang diselenggarakan di lapangan tengah tumpah ruah dengan keberadaan masyarakat sekolah. Terlalu sungkan untuk ikut terjun dalam ke ramaian, aku lebih memilih untuk tetap berada di kelasku, di lantai atas. Menonton pertunjukkan seni dari atas walau tidak dapat memantaunya dengan cukup jelas karena jarak antara bangunan kelas dan panggung pentas seni agak jauh. Tanganku mencengkeram pagar besi yang terpasang di sepanjang pinggiran koridor, berdiri dengan tatapan yang tidak bersemangat—karena memang tidak terlalu tertarik dengan hal-hal yang justru menyenangkan bagi orang lain semacam ini. Mungkin karena aku terlalu bodoh dalam menutup diri.

Saat itu kupikir hanya aku seoranglah yang masih berada di koridor, namun setelah mataku menangkap bayangan jauh dari arah kanan, aku menyadarinya. Kau juga berada di sini, di koridor yang sama denganku. Satu ruangan kelas menjadi ukuran jarak di antara kita. dan lagi-lagi, kupikir hanya ada aku dank au. Ternyata masih ada satu orang lagi. berada di sampingmu. Berdiri berjajar di sana dengan pucuk kepalanya yang hanya mencapai bahumu yang kokoh. Berbincang bersamamu, tertawa sesekali, terlihat menyenangkan sekali.

Ada perasaan yang bercampur di dalam hatiku saat itu. Aku senang bisa mendengar ‘secuil’ nyaring tawamu yang melewati udara dari kejauhan, dan di sisi lain aku merasakan ada yang salah. Ada yang tak bisa kuterima.

Mungkin, aku iri dengan perempuan yang ada di dekatmu itu? Ah, entahlah. Yang jelas saat itu pula aku membayangkan bagaimana jadinya jika yang ada di sisimu itu adalah aku. Pasti akan berbeda. 

Pasti kau tak akan tertawa seperti ini. mungkin aku memang tidak dituntut untuk mengenalmu oleh takdir. Selama ini mungkin yang kurasakan hanya murni keegoisanku. Aku menertawakan perasaanku sebelumnya yang berkata ‘ada yang salah’, padahal jelas aku lah yang salah dalam kasus ini.

Aku mulai mencoba melupakan segala hal ‘tentangmu’ mulai dari detik itu; detik ketika kulihat kau mulai berjalan menjauhi tempat asalmu bersama perempuan itu, menuruni tangga berdua, dan larut dalam keramaian di bawah sana.

.

# fix

Kupikir melupakan sesuatu yang sudah mengisi pikiranku selama beberapa hari bukan merupakan hal yang sulit. Apalagi pada dasarnya aku memang belum mengenal orang yang aku pikirkan tersebut. Namun ekspektasiku melanggar batas nyata, hal tersebut jauh dari realita.

Hari-hari berikutnya, aku masih memikirkanmu, mencari keberadaanmu di setiap penjuru sudut pandangku—dan aku selalu menemukannya. Kau yang diam; kau yang tertawa; kau yang berisik; kau yang marah, kau yang tersenyum; semuanya kini sudah kukoleksi secara illegal di kepala sampai kapasitas memoriku nyaris penuh. Pada akhirnya aku memilih untuk menjalaninya seperti air yang mengalir melewati celah-celah benda tahan air.

Namun tak begitu berhasil. Semakin lama, perasaan aneh ini semakin tak terbendung.

Entah mengapa rasanya sudah tak ada yang bisa memperbaiki kerusakan ini. Dan mungkin saja memang sudah ditakdirkan begitu.  Kau datang untuk merusak pikiran normalku, membutakan mata hatiku seakan kaulah yang paling kubutuhkan—padahal pada kenyataannya tak pernah ada interaksi sedikitpun di antara kita. Apakah aku adalah korban? Bukan. Kau juga bukanlah seorang pelaku kejahatan yang secara sengaja merusak pikiran seorang gadis berumur tujuhbelas tahun.

Pada akhirnya aku hanya bisa menyerah. Dan ketika aku menyerah, dewi keajaiban menemuiku begitu tanpa kuundang. Suatu hari di penghujung tahun, kau menuju ke kelasku dan mencariku. Aku bahkan terkejut ketika mengetahui bahwa kau mengetahui namaku. Dengan gugup aku menemuimu yang tengah menunggu di luar pintu kelas, dan memikirkan apa yang akan kaukatakan dan apa akan terjadi selanjutnya.

“Tadi Barney memintaku untuk mengembalikannya padamu. Dia sedang diberi tugas guru untuk membersihkan toilet, sekarang.”

“Toilet—m-maksudku, okay, terimakasih.”

CD dengan cover salah satu idolaku sampai di tanganku dengan singkat, kemudian kau berlalu begitu saja.


Dan begitulah akhir dari segala penantianku hanya untuk sekedar melakukan obrolan singkat denganmu. Sejujurnya, ini lebih dari cukup untuk memperbaiki kekacauan dalam diriku yang tak beralasan. Dan aku tahu benar, perasaanku memang masih belum sepenuhnya terobati; justru dengan akhir yang seperti itu, menjadikan aku semakin ingin melanjutkannya lagi, dan lagi, sampai pada level yang layak untuk dikatakan ‘jatuh cinta’.

0 komentar:

Posting Komentar

 

home sweet dream Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review