Ditatapnya punggung pemuda berambut hitam tadi, untuk entah
keberapa kalinya. Laki-laki yang tengah duduk membelakanginya tengah sibuk
dengan teman-teman sepermainannya. Tawanya mengusik seorang gadis yang memiliki
sepasang manik coklat tua untuk memandanginya—walau wajahpun tak dapat
dipandangnya karena tertutup punggung yang berbalut atasan seragam sekolah
putih.
Rasanya menyebalkan sekali ketika kita gagal move on dari seseorang yang sama sekali
tidak menyukai kita—melihatpun tidak. Lisa menghela nafas pendek dengan memejamkan
matanya.
“Lisa, kau tidak memakan bekalmu?”
Lisa sedikit terkejut mendengar temannya berucap. “O-oh …
ya.”
Dirinya sudah terserang virus gagal move on para remaja masa kini. Pikirannya seakan berputar tanpa
arah dan hanya tertuju pada orang itu, Arika.
.
.
.
~a original fiction~
angkutan di lubuk senja ©
fuyuhanacherry
.
.
Warning : typo(s), dan beberapa kesalahan lain
.
.
.
Lisa melirik jam tangan rapyak yang terpasang di pergelangan
tangan kirinya. Pukul 4 sore. Jam les yang diundur karena suatu hal yang tak
dijelaskan oleh guru lesnya membuat waktu pulangpun mundur satu jam dari
sebelumnya.
Dia masih berdiri di depan tempat yang biasanya menjadi
tempat pemberhentian angkutan, cukup lama sampai akhirnya wajah angkutan
jurusan yang menjadi tujuannya tampak di ujung pandangan. Warnanya biru muda,
seperti langit pagi hari yang memancarkan semangat di awal hari.
Tanpa Lisa aba-aba, angkutan itu langsung berhenti di
hadapannya dan tak lama sesudahnya langkah kaki gadis itu terangkat, memasuki
mobil yang menjadi alat transportasi utama bagi para warga di kota itu.
“Sabar ya, Dik. Nunggu penumpangnya lama.”
Walaupun si pak supir sudah berkata seperti itu, Lisa tetap
saja kesal harus menunggu sampai beberapa orang memasuki angkutan itu. Masih
belum penuh, tapi untunglah angkutan berjalan juga dengan awal yang lirih.
Belum satu kilometer angkutan biru itu berjalan, rodanya
sudah berhenti berputar. Lisa mendongak, lalu mengarahkan kedua bola matanya ke
arah jendela yang terbuka. Dia terkejut.
Seorang laki-laki seumurannya memasuki angkutan yang ia tumpangi
itu. Dirinya yang duduk di ujung kursi penumpang sebelah kiri awalnya memasang
wajah seperti seorang yang mendapat sebuah kejutan tak terduga—ya, memang
dirinya sedang merasa seperti itu. Laki-laki yang tadi dipandanginya duduk di
dekat pintu, dan sesegera mungkin Lisa membuang muka dari orang itu, lalu
memandangi pemandangan di luar jendela angkutan seperti biasa.
Hei, kalau dipikir-pikir, Arika itu seperti angkutan yang
bekerja di sore hari. Karena menurut bisik-bisik gosip yang ada di sekolah,
laki-laki itu sedang menyukai seorang gadis, namanya Karina. Dia sudah lama
menyukai gadis berpenampilan ayu itu, namun tidak ada perubahan.
Seperti angkutan di sore hari. Menunggu lama demi pelanggan
yang tempat tujuannya bukanlah angkut itu. Sampai kapanpun menunggu, jika
penumpang itu bukan pengguna jurusannya, tak mungkin dia menaikinya. Padahal di lain
tempat, masih ada orang yang menunggunya. Tapi dia tidak sadar dan hanya
berfokus pada tempat yang sedang menjadi tempatnya menunggu.
Satu per satu penumpang turun tanpa Lisa sadari. Sampai ketika
di suatu pertigaan, penumpang yang tersisa hanya mereka berdua. Lisa dan Arika.
Gadis seketika menjadi itu gugup.
Ia ingin sekali berbicara dengan teman sekelasnya itu—karena
sebelumnya tidak pernah. Lisa hanya mengaguminya dalam diam. Hatinya berteriak ‘suka!’
tapi bibirnya terkunci rapat. Bahkan dari sikapnya pun tak seorang pun dapat
mengira bahwa gadis itu menyukai Arika. Sangat terencana sekali, dan
tersembunyi.
Jarak rumahnya masih sekitar 2 kilometer lagi. Dia harus
menunggu sebentar untuk keluar dari sana. Sedangkan Arika masih duduk di dekat
pintu, mengarahkan pandangannya pada pemandangan di luar pintu yang sangat
dekat dengannya.
Lisa menghembuskan nafas sekali lagi untuk membuang rasa
gugupnya. Tidak, seharusnya saat ini dia sudah melupakan laki-laki itu. Tapi …
kenapa?
Lisa melirik sekilas spion mobil yang ada di bagian depan,
dekat dengan tempat supir berkendara. Dan dia amat tak percaya setelah
menyadari bahwa Arika tengah memandanginya dari kaca itu. Dan bukan hanya
sedetik dua detik. Lebih dari itu. Sampai-sampai setiap Lisa mencuri pandangnya
kea rah kaca spion itu, dua mata masih mengintainya dari sana. Kenapa? Kenapa seperti
ini?
“Kiri!” Tiba-tiba, pemuda itu berucap sambil sedikit
menyerongkan duduknya ke arah supir. Dan mobil pun berhenti.
“Sampai jumpa, Lisa.”
… apa yang barusan pemuda itu ucapkan?
Laki-laki itu tak menghadap ke arah Lisa sekalipun, tapi Lisa
berani bersumpah, bahwa dia mendengar Arika berkata seperti itu. Hei, ada apa
gerangan?
Arika sudah turun dari angkutannya. Kini, tinggal gadis itu
seorang sampai pada akhirnya, ia pun harus keluar dan turun dari kendaraan beroda
empat itu.
Sedetik tatapan, rusaklah move on sebelangga. Mungkin jika diibaratkan dengan apa yang telah
Lisa alami, begitulah bunyi pepatah. Tapi, apa-apaan itu? Apakah gossip tentang
Arika yang menyukai Karina sudah tidak berlaku? Apakah dia kini sudah menjadi
angkutan senja yang mengetahui bahwa ada orang yang tengah menunggunya di lain
tempat?
Ah, harapan konyol kembali terulang di benak Lisa. Dia pun
berpikir, “Jika dia bukan untukku, sampai kapan harapan ini akan bertahan?”
.
.
.
-END-
.
.
.
a/n :
ugh mood nulis pas lagi ujian emang the best! Selalu lancar
padahal lagi sibuk huhuhuhu
orifict ini terinspirasi dari twit monica yuliana anggraeni
walaupun pada akhirnya kacaw dan melenceng dari isi twitnya H4H4H4H4H4 maaf nik
orzzzzz
sign, uul
2 komentar:
"Sedetik tatapan, rusaklah move on sebelangga"
Huaaa, kalimatmu itu bikin nyeri ULYAAAA :'((( apalagi ceritanya, haauuu KEREN KEREN KEREN :'D
@zahara : kyaaaaaa baru sadar dikau komen di sini ojigi thanks before syudah baca dan nyempetin ripiyu /hugs//////
wwwwww itu kalimat gak kreatip menurutku karena ngambil dari pepatah yang udah ada :')))) #plak tengkyuuuuuu <3
Posting Komentar